Thursday, September 28, 2006

GMI Menangis! Bila Waktunya Menangis

“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”
(Mazmur 126:5-6)

Air mata berharga di pemandangan Allah bila air mata itu merupakan air mata kerinduan, yang dicucurkan saat memanjatkan doa syafaat, atau air mata sukacita saat Anda memuji Allah atas jawaban doa. Tuhan Yesus pun mema-hami apa arti menangis dalam doa. Ayat terpendek dalam Alkitab berbunyi, “Maka menangislah Yesus” (Yoh 11:35). Yesus menangis karena kasih dan belas kasihanNya bagi orang-orang yang dikasihiNya. Ia juga menangis bagi kita saat Ia bergumul di Taman Getsemani, “Ia telah memper-sembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis ...” (Ibr 5:7). Bukan hanya Tuhan Yesus, Nabi Yeremia bahkan dikenal dengan sebutan Nabi Peratap. Ia disebut Nabi Peratap karena seluruh isi kitab yang ia tuliskan hampir semua dibasahi oleh air mata, “Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan me-nangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh!” (Yer 9:1); “Jika kamu tidak mau mendengarkannya, aku akan menangis di tempat yang tersembunyi oleh karena kesombonganmu, air mataku akan berlinang-linang, bahkan akan bercucuran, oleh sebab kawanan domba TUHAN diangkut tertawan” (Yer 13:17). Bahkan rasul yang menuliskan suratnya paling banyak dalam Perjanjian Baru, Paulus, juga mencucurkan air mata, “Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.” (Kis 17:16). Patung-patung berhala ini merupakan hasil karya pahatan yang tinggi mutunya, tetapi Paulus tidak pergi menikmati karya ini. Alkitab mencatat, waktu Paulus melihat patung-patung berhala ini hatinya sangat sedih. Hatinya sangat sedih melihat lingkungannya masih menyembah berhala dan itu membawa kerinduan untuk mau tidak mau untuk menginjili mereka. Juga karena kasihnya ia menyatakan, “Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata.” (Kis 20:31).

DUA JENIS TANGISAN
Saya setuju, bahwa baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh sembarangan menangis, menangis tanpa alasan yang tepat berarti sama seperti kebayi-bayian (infantilism) dan kekanak-kanakan (childish). Menangis demikian tidak jarang dipakai untuk merengek, minta belas kasihan serta manipulatif. Banyak anak Tuhan bahkan hamba Tuhan yang menangis seperti ini, “menjual penderitaan” mereka dengan berbagai cara yang dapat menggugah hati untuk mendapat-kan belas kasihan. Mereka mematikan kreatifitas, kemampuan dan daya juang mereka untuk menggapai kesuksesan dengan minta dikasihani. Ini tangisan yang tidak bermutu! Akan tetapi dari semua tokoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya pelayan Tuhan selalu akrab dengan air mata. Akan tetapi mereka semua menangis dengan alasan yang tepat dan menunjukkan sikap dewasa. Kalau kita tidak me-nangis padahal mempunyai alasan yang kuat untuk menangis berarti kita berpura-pura tegar. Saya membagi ada dua tangisan untuk dapat mengukur tingkat kerohanian kita:

Pertama, menangis karena kedukaan. Menangis adalah reaksi normal pada kehilangan dan sebagai mekanisme perta-hanan diri untuk menciptakan keseimbangan baru. Kedukaan dapat menimpa siapa saja. Suatu kehilangan tidak harus peris-tiwa kematian; perceraian bisa menjadi peristiwa kehilangan (suami atau istri), kehilangan pekerjaan, sakit (kehilangan kesehatan); perpisahan dengan sahabat karib; orang terpaksa putus cinta; kecurian barang bernilai, mungkin mobil, uang atau pun sepatu. Pasangan yang tidak mempunyai anak, keguguran kandungan juga kehilangan kesempatan punya anak. Orang tua yang punya anak gadis yang kuliah dan kost di luar kota hamil; anak gadis yang hamil dan ke-hilangan kegadisannya juga berduka. Rumah terbakar; gagal ujian, tidak lulus tes, bisa membuat kita berduka. Jelaslah kedukaan ada di sekitar kita dan menangis adalah hal yang normal. Nilai tangisan dan ke-dukaan ini ditentukan oleh banyak faktor, misalnya: objek yang hilang (dapat dilihat atau tidak); cara kehilangan (biasa atau tragis); jangka waktu kehilangan (sementara atau selamanya); nilai objek yang hilang (rendah atau tinggi); dll. Jika kita menangis hanya karena kehilangan materi - uang/harta, maka ini meru-pakan tangisan yang bernilai rendah!

Kedua, menangis karena pergumulan rohani. Ini adalah tangisan yang bernilai! Tiga tokoh Alkitab di atas menangis dan menderita karena hal ini. Mereka menangis karena orang berbuat dosa dan tidak mengenal Allah. Mereka menangis untuk orang lain. Tangisan ini bukanlah hanya sekedar tangisan jasmani, tetapi lebih merupakan jeritan hati Anda kepada Allah. Jangan berusaha untuk mencucurkan air mata secara jasmani. Ini dapat menjadi sesuatu yang munafik. Cucurkan air mata bila Roh Kudus memang menggerak-kannya, namun terlebih penting, rasakanlah dalam lubuk hati Anda dalamnya kerinduan yang dirasakan oleh Roh.

KITA HARUS MENANGIS
Wesley L. Duewel dalam bukunya “Menjangkau Dunia Melalui Doa” menyatakan bahwa situasi dunia saat ini membutuhkan tangisan kita. Ada beberapa hal di mana cucuran air mata yang seharusnya lahir dalam hati kita, secara khusus terhadap gereja yang kita cintai, GMI, memasuki tahun ke-101 di Bumi Nusantara ini. Dengan point-point yang diungkapkan oleh Duewel, saya ingin refleksikan dengan situasi kita saat ini.

1. Kita harus menangis karena umat manusia telah meninggalkan Allah.

Banyak bangsa telah melupakan Allah (Mzm 9:18). Seringkali kita merasa tidak perlu untuk mengakui Allah (Rom 1:28). Kita tidak menghargai kemurahan, keluasan hati dan kesabaran Allah yang terus menerus (Rom 2:4). Kita lebih menghargai strategi, kemampuan, kepandaian dan kuasa bahkan uang kita. Pengharapan hidup kita taruh bukan kepada Allah, tetapi kepada hal-hal tersebut, sehingga Allah hanya tertinggal di dalam “buku tua” Alkitab! Sebagai hamba Tuhan dan majelis terhadap GMI terkadang “rasa memiliki” (sense of belonging) telah menjelma menjadi “keinginan memiliki”, sehingga dengan segala cara kita ingin menjadi oknum yang “mahakuasa” di GMI, kita lupa bahwa GMI ini adalah “milik Tuhan”. Kita harus menangisi dunia kita ini, “Tuhan, ampunilah kami sebagai umat manusia yang suka melawan!”

2. Kita harus menangis karena dosa terus berlipat ganda.

“Orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan.” (2 Tim 3:13). Semua dosa yang didaftarkan dalam katalog dosa dalam 2 Timotius 3:2-4 sungguh jelas yaitu: Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan me-nyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat menge-kang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah! Semuanya ini ditambah dengan kondisi bangsa kita saat ini: pemerkosaan, pornografi, terorisme, kriminalitas yang semakin meningkat dengan tingkat kesadisan dan kekejaman yang tidak terbayangkan sebelumnya: anak membunuh orang tua dan juga sebaliknya, mutilasi, pembunuhan berencana, dll. Tidak sedikit katalog dosa ini juga ada dalam kehidupan umat Tuhan, bahkan hamba Tuhan! Semangat hidup suci dari gerakan Metho-dist hilang lenyap dalam hidup kita! Kita tidak dapat berbuat apa-apa kecuali meratap, “Tuhan, kasihanilah umatMu yang berdosa ini!”

3. Kita harus menangis karena sebagai jemaat, kita ini sungguh tidak hidup dan tidak berkuasa!

Kita mempunyai reputasi sebagai “orang yang hidup”, pada-hal seringkali kita semua mati secara rohani (Why 3:1). Kita kurang memiliki kekuatan yang seharusnya menjadi kesak-sian bagi dunia rohani dan kesalehan (2 Tim 3:5). Seringkali keadaan rohani kita seperti jemaat di Laodikia kita tidak sadar kita ini suam, malang, miskin, buta dan telanjang secara rohani di hadapan Allah (Why 3:17). Beberapa banyak jemaat GMI mempunyai ciri kebangunan rohani seperti yang dilaku-kan John Wesley pada zamannya? Kebanyakan kita tidak dapat mengatakan seperti Petrus dan Yohanes ketika bertemu dengan orang lumpuh, “Emas dan perak tidak ada pada-ku, tetapi yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazareth itu, berjalanlah!” (Kis 4:22). Ini adalah kunci kemenangan gereja. Tetapi ironis sekali banyak orang Kristen dan gereja saat ini punya emas, punya perak, tetapi tidak mempunyai kuasa Allah. Banyak majelis, orang Kristen dapat berkata, emas dan perak saya miliki, mobil saya miliki, handphone saya miliki, credit card saya miliki, tetapi kuasa Allah saya tidak miliki. Celakalah kita, kita harus menangisi diri kita sendiri, “Tuhan, bang-kitkan rohani kami, berikanlah kuasaMu!”

4. Kita harus menangis karena kita sebagai umat Allah sedang tidur secara rohani.

Saya tersentak ketika melihat sebuah acara yang disiar-kan oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, tentang “Pildacil” (pemilihan da'i cilik), di mana anak-anak yang masih begitu kecil sudah mampu untuk “berkhot-bah”dan memberikan siraman rohani, mereka bahkan mampu mengkritisi situasi zaman saat ini. Jika dalam usia yang begitu belia mereka sudah memiliki kemampuan yang sedemikian, mereka akan memiliki hari depan yang cerah! Bagaimana dengan anak-anak Sekolah Minggu dan gereja kita? Rupanya kita semua sedang tertidur? Rasul Paulus mengingatkan kita melalui suratnya, “Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. ... Hari sudah jauh malam, telah hampir siang.” (Rom 13:11-12). Dan juga Salomo menya-takan,“Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen membuat malu.” (Ams 10:5). Umumnya kita telah kehilangan kesaksian dan kerinduan untuk memenangkan jiwa yang dimiliki oleh jemaat mula-mula. Kita bisa marah jika ada jemaat yang berbuat dosa, ke-mudian ia dikucilkan dan dijauhkan. Tetapi kita tidak pernah marah terhadap dosa-dosa yang kita sendiri lakukan. Banyak orang Kristen menganggap ini biasa-biasa saja. Pernahkah kita marah jika kita tidak saat teduh? Pernahkah kita marah jika seumur hidup kita belum pernah membawa satu jiwa pun juga? Me-masuki tahun ke-101, apakah jemaat GMI sudah bertum-buh secara berarti, ataukah kita hanya bertumbuh karena faktor kelahiran dan perpindahan jemaat? Biarlah Allah menggerakkan kita untuk menangis, “Tuhan, bangunkan saya, dan gerakan saya serta GMI terus menerus!”

5. Kita harus menangis karena kedatangan Kristus sudah begitu dekat dan tugas kita belum rampung!

Dari semua keadaan-keadaan yang harus terjadi sebelum kedatangan Kristus kembali, tampaknya hanya satu hal yang masih kurang: “Injil Kerajaan ini akan diberi-takan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Mat 24:14). Inilah tugas besar yang diberikan Kristus kepada murid-murid dan kita semua hari ini. John Wesley sendiri mempunyai moto yang sangat terkenal, “The World is My Parish” (seluruh dunia adalah daerah pelayananku). Sudahkah hal ini menjadi semangat dalam diri kita untuk melaksanakan Amanat Agung ini? Statistik menunjukkan di dunia ini ada setidaknya 6,3 milyar orang, 2 milyar orang Kristen dan sisanya 4,3 milyar (1,3 milyar belum mene-rima, 1,4 milyar tidak mengerti dan 1,6 milyar sama sekali belum terjangkau). Atau dengan cara lain dapat dikatakan 2 milyar orang berkata, “Thank You, Jesus!”, 2,7 milyar orang berkata, “No, thank you Jesus” dan 1,6 milyar orang berkata, “Who is Jesus?” Ini adalah tugas kita yang belum selesai. Adakah kita menangis untuk hal ini? George Whitefield hampir tidak pernah berkhotbah tanpa menangis sesungukan. Orang banyak menyalahkan Whitefield, “Apa-apaan khotbah sambil menangis.” Whitefield men-jawab, “Bagaimana saya bisa tahan tidak menangis ketika melihat kalian sendiri tidak bisa menangisi diri sendiri yang jiwanya ada di jurang kebinasaan kekal.” Pengkhotbah berkata, “ada waktu untuk mena-ngis, ada waktu untuk tertawa” (3:4) dan kalau Anda menanyakan, “Kapan kita menangis?” Saya katakan sekarang saatnya kita menangis karena Tuhan sudah mau datang, tetapi pekerjaan masih belum rampung, malah kita sibuk dengan kepentingan kita masing-masing. Ke-adaan dunia kita seharusnya lebih sering menggerakkan kita untuk menangis, “Tuhan, berikanlah kami air mata saat kami berdoa!”

PENUTUP
Mencermati keadaan dan perkem-bangan zaman ini, terutama dalam lingkup GMI, sudah seharusnya kita belajar untuk meneteskan air mata. Jikalau bukan Anda dan saya sebagai warga GMI yang menangis, lalu kita harus berharap kepada siapa? Kita perlu meneteskan air mata untuk pekerjaan Tuhan, mungkin tidak perlu air mata jasmani, tetapi hati yang menangis. Ingatlah jika kita menangis demi pekerjaan Tuhan saat ini, maka pada saatNya nanti Ia akan menghapus segala air mata kita (Why 7:17; 21:4).

Sebagai penutup, marilah kita renungkan sebuah doa yang ditulis oleh Wesley L. Duewel, seorang utusan Injil ke India selama dua puluh lima tahun, mantan presiden Oriental Missionary Society (sekarang OMS International) dan mantan presiden Evangelical Foreign Missions Association, seorang yang tekun berdoa dan pendiri Seminari Alkitab Nusantara, Malang.

BERILAH AKU AIR MATA

Aku mohon berilah aku air mata,
Tuhan yang penuh kasih, Aku berdoa;
Berilah aku air mata saat aku berdoa syafaat.
Berilah aku air mata
saat aku berlutut di hadapan takhtaMu setiap hari;
Berilah aku air mata sampai aku belajar memohon.

Tuhan yang dipaku;
Hancurkan hatiku yang keras dan dingin ini;
Luluhkanlah hatiku dengan api suciMu.
Banjirilah jiwaku dengan cinta kasih ilahi;
Biarlah aku merindukan apa yang Engkau rindukan.

Angkatlah perasaan tawar dari hatiku
Sampai aku menjadi lapar, haus dan rindu,
Sampai jiwaku merindukan orang-orang yang hancur oleh dosa
Dan kerinduan itu dalam batinku,
bernyala-nyala seperti api.

Penuhilah hatiku dengan air mataMu;
di situlah salibMu tersingkap
Sampai segala sesuatu dari dunia ini mati,
Sampai segala sesuatu di dalam dunia ini
akan kuhitung tak berharga
Kecuali kayu salib dari Dia Yang Tersalib

Biarlah hatiku senantiasa disalibkan,
Hingga mencucurkan darah bagi jiwa-jiwa.
Biarlah beban bagi jiwa-jiwa meluluhkan jiwaku setiap hari
Sampai aku turut ambil bagian dalam
penderitaanMu yang sangat besar.

Berilah aku air mata saat aku memberitakan kasihMu;
Berilah aku air mata saat aku memandang takhtaMu.
Biarlah kasih Allah, meluluhkan lagi hatiku.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi GEMA Methodist Wil. 2, penulis renungan harian Manna Sorgawi, Asisten Gembala GMI Sion Jakarta.
Dikutip dari Majalah GEMA Methodist WIlayah 2 Edisi 1/Mei-Juli 2006.

No comments: