Monday, November 13, 2006

"Apa Kabar GMI?"

Dialog Imajiner John Wesley Dengan Calon Bishop
Oleh: Sadikin Gunawan

Berikut ini adalah sebuah percakapan imajiner antara seorang pendeta yang diakui di Gereja Anglikan di Inggris, dan melahirkan gerakan Methodist, yaitu Pdt. John Wesley1 dengan seorang Calon Bishop (Cabis) pada Konferensi Agung Istimewa GMI, sebelum acara puncak pemilihan pimpinan GMI Wilayah II pada tanggal 14 Nopember 2006. Pdt. John Wesley adalah seorang penginjil dan teolog, lulusan Oxford University dan memperoleh gelar Marter of Arts. Keduanya berjumpa di ruang perpustakaan GMI Imanuel Jakarta, tempat berlangsungnya Konangist ini.

Cabis : Hallo Pak Pdt, tumben nich bisa datang di Konagist ini?

.JW : Oh, kebetulan saja Bung! Saya kan diundang oleh STT Wesley untuk memberi
kan kuliah intensif “Teologia John Wesley”. Daripada begong sendiri di kamar, l
ebih baik liat-liat gimana sih GMI ngadain Konagistnya.

Cabis : Kabarnya kesehatan Bapak agak menurun akhir-akhir ini?

JW : Iya, kan saya ini sudah uzur, sudah 85 tahun! Sebenarnya saya kecewa karena sudah tidak dapat lagi bisa menulis 15 jam sehari tanpa menyakiti mata saya. Akan tetapi saya tetap masih kuat koq, setiap hari biasanya saya tetap berpergian hingga 80 km. Kalo ke Indonesia malah tidak usah susah-susah, saya kan naek pesawat terbang, kalau di negeri saya, saya sudah biasa naek kuda. Makanya negeri kami bebas dari polusi asap kendaraan, tidak seperti kota Jakarta ini. Memang sich... saya merasakan penurunan dalam ingatan saya, khususnya tentang nama dan hal-hal yang baru saja terjadi, tetapi tidak sama sekali untuk apa yang telah saya baca 20, 40, atau 60 tahun yang lalu, buktinya saya masih diminta untuk memberikan kuliah intensif di STT Wesley. Saya juga tidak merasa letih meskipun datang dari Inggris dan sudah terbang lebih dari sepuluh jam. Saya bersyukur karena kuasa Allah yang memampukan saya bekerja untuk panggilan ini dan juga doa-doa dari kalian semua. Terimakasih semuanya ya...

Cabis : Koq Bapak mau-maunya sih datang ke Indonesia, tidak takut dengan teroris atau malah kena tsunami?

JW : Bukankah seluruh dunia adalah daerah pelayanan kita? Makanya di mana pun kita harus berani melayani Tuhan. Jangan seperti pendeta-pendeta yang maunya diappoint-ment di daerah yang “makmur” saja! Pelayanan kita sesungguhnya bukan hanya di dalam gereja; bukankah Kristus itu ditawarkan kepada semua orang. Jika you ada di negari ini, biarlah negeri ini ada dalam hatimu dan layanilah mereka di mana pun mereka ada di seluruh pelosok negeri ini. Jadilah “Methodist” yang sungguh-sungguh!

Cabis : Ngomong-ngomong tentang calon bishop, saya ingin tahu nech, gimana kriteria yang pas menurut bapak?

JW : Gimana sich..., apa sampeyan nggak baca buku Disiplin GMI, kan udah diatur semua di sana? Bahkan Broer Henry Sadikin sudah tampilkan beberapa kali dalam milis egroup GMI Wilayah II. Makanya, jadi hamba Tuhan jangan gap-tek (gagap teknologi)! Saya saja yang sudah tua ini masih mau belajar... masak elo yang masih muda nggak ngerti?

Cabis : Sabar dulu dong pak Wesley, soal disiplin ogut mah sudah paham luar kepala. Tapi maksud saya pendapat or harapan-harapan dari Bapak sendiri. Bapak kan sudah pengalaman ngikutin konferensi-konferensi semacam ini.

JW : Maafkan saya bung. Kalau pendapat saya sich, yang paling penting seorang bishop haruslah seorang yang setia pada Tuhan, bukan sekedar pada lembaga atau pribadi. Dulu saya juga pernah mengalami selisih paham dengan Gereja Inggris, itu sich bukanlah masalah lembaga, tetapi masalah penyimpangan ajaran firman Tuhan. Jadi singkatnya kalo seorang pemimpin adalah orang yang setia kepada Tuhan, pasti dech dia ngerti bagaimana caranya memimpin gereja dan umatNya. Dia akan menjadi seorang churchmanship berdasarkan Alkitab, gitu loh! Tapi so pasti, tentu kita tidak sekedar ngeroh, perlu kompetensi laennya, seperti leadership, kerja keras, dan lain-lainnya. Bung kan pasti ingat istilah Quadrilateral (pengajaran bersisi empat) yang sering saya jelaskan dalam kuliah-kuliah saya. Keempat sisi ini saling bergantung dan tidak ada yang dapat digantikan dengan yang lain, yaitu Alkitab, tradisi, pengalaman dan akal. Ada beberapa pengalaman kerohanian manusia, namun tidak satupun bisa menjadi patokan. Pengalaman kerohanian itu tidak dapat dijadikan sumber ajaran, karena sumber ajaran gereja hanya satu yaitu Alkitab. Pengalaman rohani merupakan bukti iman berdasarkan pengajaran Alkitab, yang menuntun manusia hidup kudus dan menghantarkannya pada kesempurnaan Kristen (christian perfection). Pengalaman tanpa Alkitab dan akal akan sangat berbahaya. Tetapi pengajaran Alkitab tanpa pengalaman rohani akan membuat iman itu kering. Dengan akal dapat membuat kita bersikap lebih pragmatis, praktis, inovatif, dan dapat membuat kebebasan bertanggungjawab. Koq jadinya saya kuliahin Bung, saya yakin Bung pasti ngertilah hal ini.

Cabis : Ok, saya tentu ngertilah hal-hal seperti itu. Buktinya saya juga tidak keberatan koq kalau teman-teman mencalonkan saya jadi bishop GMI Wilayah II.

JW : Apakah you yakin sudah siap memimpin GMI Wil. II ini?

Cabis : Tentu siap dong, kalau itu memang merupakan “amanat” dari Konferensi Agung Istimewa ini. (berbicara dengan gaya seorang politikus).

JW : Baiklah, kalau gitu saya cuma ingin memastikan apakah you yakin telah mengalami inward call?


Cabis : Maksud Bapak?

JW : Maksud saya kalau you menjadi seorang hamba Tuhan, terlebih lagi seorang pemimpin hanya berdasarkan panggilan horizontal (outward call), karena dipersiapkan oleh gereja atau karena dukungan suara dari “konstituen” atau “amanat” seperti yang you bilang itu, maka you belum masuk pada pintu yang sebenarnya. Ini tidak berbeda dengan dunia sekuler. Untuk menjadi hamba Tuhan dan pemimpin yang berkenan kepadaNya, you harus mengalami panggilan vertikal (inward call), panggilan Allah ini adalah “panggilan dari dalam”, seperti Musa yang menerima panggilan Allah ketika menggembalakan kabing domba Yitro (Kel 3-4); Yesaya menerima panggilan vertikal di Bait Allah di Yerusalem, yang akhirnya ia aminkan, “Ini aku, utuslah aku” (Yes 6:6); atau Yeremia ketika ia masih ada dalam kandungan (Yer 1:5). Saya sendiri selama sepuluh tahun2, telah menerima panggilan horizontal dengan baik, saya kan lulusan Universitas Oxford yang bobotnya tentu tidak disangsikan lagi, dan ditahbiskan menjadi pendeta, akan tetapi baru pada tanggal 24 Mei 1738 saya sungguh-sungguh mengalami keyakinan di dalam hati atau inward call dan kelahiran baru di Aldersgate.3 Karena itu you harus menerima kedua aspek panggilan ini.

Cabis : Sorry, saya terbawa arus politik negeri ini, makanya saya saya terlalu “PD” (percaya diri) dan kurang mendengarkan suara Tuhan.

JW : Tidak apa, namanya juga manusia berdosa! Kita adalah orang yang berdosa bukan karena kita melakukan dosa, tetapi kita melakukan dosa sebab kita adalah orang berdosa. Itu kan kata Alkitab. You bisa melakukan dosa, karena you adalah manusia berdosa. Anda coba baca dalam Kejadian 6:5 yang mengatakan, “... kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata ....” Oleh sebab itu you harus waspada terhadap diri sendiri, walaupun kita adalah hamba Tuhan; karena dosa bukan menyusup ke dalam diri kita, tapi muncul dari diri kita sendiri.4 Gitu lho ....

Cabis : (sambil melihat jam tangan) Well, rupanya sudah satu jam kita duduk ngobrol, terima kasih lho Pak untuk masuk-an-masukannya. Saya harus kembali rapat kabinet lagi...

JW : Ok, malam ini saya juga harus ngajar kembali. Eh,… jadi nggak loe mencalonkan diri?
Cabis : (sambil berlalu) saya berdoa dulu pak .... see you tomorrow.

Endnotes
1 John Wesley (17 Juni 1703 - 2 Maret 1971), anak ke-15 dari 19 saudara. Ia adalah seorang penginjil berbangsa Inggris, seorang teolog dan salah satu pendiri Gereja Methodist. John Wesley rata-rata menyampaikan tiga khotbah per hari selama 44 tahun yang berarti ia berkhotbah lebih dari 44.000 kali. Hal ini dilakukannya dengan berkeliling sejauh 322.000 km, atau 8.000 km setahunnya, dengan menunggang kuda dan sebuah kereta yang ditarik di belakang kuda. Hidupnya berubah secara dramatis, setelah ia mengalami “pertobatan Injili” (peristiwa Aldersgate) pada tanggal 24 Mei 1738.
2 1728-1738
3 Richard M. Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, BPK Gunung Mulia, 2006, hal.116.
4 Steve Harper, John Wesley’s Message for Today, Zondervan, 1996, hal. 30-32.

Thursday, October 19, 2006

Zhu (Allah), Raja Atas Segala Raja

(1 Tim. 6:11-16; Why.17:14; 19:16)

DARI sekian banyak kaisar Romawi, Nero adalah kaisar yang namanya tercatat dalam
sejarah dan menjadi topik kajian oleh sejarawan. Namun ia terkenal bukan karena kebijaksanaan yang dimilikinya atau kehebatan kemampuan militernya, melainkan kegilaannya. Lantaran kegilaannya, sekitar 2.000 tahun yang lalu rakyat Kota Roma, ibu kota Kerajaan Romawi, kalang kabut mengungsi, saat Kota Roma sengaja di-bakar habis, atas perintah Kaisar Nero ini. Tatkala api membakar Kota Roma, rakyat kebingungan berlarian ke sana kemari dan korban tewas di antara rakyat berjatuhan, Kaisar Nero menonton dari jendela istana sambil memetik dawai, menya-nyi, dan membuat sajak. Kejadian ini terjadi pada tahun 64 dan ia menuduh orang-orang Kristen sebagai penyebab kebakaran besar yang hampir menghanguskan seluruh Roma.

Orang-orang Krsiten di Roma pada masa kaisar ini mengalami aniaya, siksa dan penghinaan yang sangat memalukan. Tubuh mereka dilapisi kulit binatang liar untuk dicabik-cabik oleh anjing lapar, disalibkan dan dibakar hidup-hidup. Nero menangkap ribuan orang-orang Kristen, lalu mengadu mereka dengan singa, harimau, dan beruang karena mereka memeluk agama yang berbeda dengan agama resmi Kerajaan Romawi. Ini menjadi teror tersendiri bagi mereka yang mengalaminya, sebelum mereka tewas. Nero yang juga konon mengangkat kudanya sebagai senator yang dihadirkan dalam rapat senat ini memang semasa kanak-kanak sudah belajar menjadi sadis dan bengis dengan cara suka sekali mencabut kaki-kaki jangkrik dan kumbang dan memotong sayap kupu-kupu. Ini hanya untuk kesenangan dan sekadar untuk melihat apakah jangkrik dan kumbang bisa hidup tanpa kaki dan kupu-kupu bisa hidup tanpa sayap. Nero juga telah meracuni ayah angkatnya Claudius Pertama dan dia kemudian menggantikan kedudukan ayah angkatnya itu sebagai Kaisar Romawi. Selama masa pemerintahannya yang kuat, Nero telah membunuh banyak orang terdekatnya, seperti ibunya, istrinya, dan saudaranya sendiri, dan bangsawan-bangsawannya.

Kaisar berhati kejam ini seakan-akan menang atas Tuhan orang Kristen, apalagi dengan berhasil dibunuhnya tokoh besar dalam kekristenan: Rasul Petrus dihukum mati dengan disalibkan terbalik di Taman Nero dan Rasul Paulus yang dipenggal kepalanya di Roma sekitar tahun 67. Kemenangan itu tak bertahan lama. Di tengah pergolakan yang timbul dan menjelang kemenangan para pembe-rontak, Nero yang dilahirkan dengan nama Lucius Domitius Ahenobarbus mengakhiri sendiri ke-hidupannya pada tanggal 8 Agustus 68 dalam usia 31 tahun. Nero adalah contoh tragis seorang raja yang tidak tahu akan adanya Raja yang jauh lebih perkasa di atasnya.

Zhu dalam bahasa Mandarin dapat diartikan sebagai “Tuhan”. Jika kita perhatikan kata “Zhu” dibentuk dari kata “wang” yang berarti “raja” dengan sebuah titik di atasnya yang mengimplika-sikan bahwa Tuhan (Zhu) lebih tinggi dan ber-kuasa di atas raja (wang). Di dalam “Zhu”, kita dapat membaca sebuah pernyataan bahwa Tuhan adalah Raja di atas segala raja, melebihi Nero dan raja-raja lainnya. Biarlah kita senantiasa taat kepadaNya sebagai Tuhan (Zhu) kita, Raja di atas segala raja, Tuan di atas segala tuan.

Oleh: Pdt. Sadikin Gunawan
dikutip dari Majalah GEMA Ed.1/Jun-Agt 2006

Thursday, October 05, 2006

Peran Gereja Terhadap Sekolah

PENDAHULUAN

Dalam sejarah gereja secara umum, kehadiran sekolah-sekolah Kristen ditandai kaitan erat dengan kehadiran gereja. Di mana saja terdapat sekolah Kristen, di situ ada gereja. Semangat gereja untuk mendirikan sekolah sebagai bentuk pengejahwantaan pelayanan pengajaran yang diteladani dari Tuhan Yesus Kristus dan pengabdian kepada masyarakat memang merupakan bagian dari jiwa dan semangat Methodist yang diwariskan dari John Wesley, pendiri gerakan Methodist. Pada tahun 1740, George Whitefield mendirikan sebuah sekolah di Kingswood yang kemudian langsung dikelola John Wesley dan menempatkan John Cennick sebagai gurunya.
Sekolah ini berkembang sejajar dengan perkembangan jemaat. Tujuan pendirian sekolah bukan hanya bertujuan membentuk manusia berilmu tetapi juga membentuk manusia beriman. Sebab itu dalam segala kegiatan pelayanan John Wesley, yang kemudian diwarisi Gereja Methodist mempersatukan tiga kegiatan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut adalah Penginjilan, Organisasi/ Administrasi dan Pendidikan. Baru kemudian timbul kegiatan keempat yaitu bidang Kesehatan. Dengan demikian sekolah merupakan bagian integral dari Gereja Methodist. John Wesley menyadari bahwa hubungan pemberitaan firman dengan pendidikan sangat erat sehingga dapat dikatakan bahwa Kekristenan adalah ibu atau sumber Pendidikan (Christianity is the mother of Education). Oleh sebab itu pendidikan merupakan bagian integral dan menjadi pokok tradisi Methodist sehingga menjadi perhatian yang sungguh-sungguh untuk pembukaan sekolah dalam kehidupan bangsa.

John Wesley mengatakan dalam suatu Konferensi agar semua pengkhotbah berusaha memajukan sekolah. Setiap pengkhotbah, guru Injil dan pendeta yang tidak mau mengkhotbahkan dan memajukan pendidikan, ia tidak layak disebut sebagai pengkhotbah Methodist. Teologia Wesley sendiri dibangun di atas empat dasar, yakni: Alkitab (scripture), pengalaman (experience), akal (reason), tradisi (tradition); di mana akal mendapat tempat yang sentral dalam teologia Methodist, karena itulah gerakan Methodist di seluruh dunia terpanggil untuk melayani dunia pendidikan. Melalui gerakan Methodist inilah sekolah demi sekolah terus didirikan, termasuk juga Perguruan Kristen Methodist Indonesia (PKMI-2) Palembang yang dikelola oleh GMI Bethlehem Palembang ini. Dalam buku sejarah yang telah ditulis oleh Bapak Matius Tjandra ini, secara khusus kita melihat bagaimana peran dan upaya gereja dalam mendirikan dan memajukan PKMI-2 Palembang. PKMI-2 Palembang ini dimulai sejak tahun 1952 melalui GMI Bethlehem yang kala itu dikenal sebagai Gereja Methodist Berbahasa Tionghoa di bawah kepemimpinan Pdt. Tan Peng Koen yang mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Dan selanjutnya secara berturut-turut didirikan SR/Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar) pada tahun 1958 oleh Pdt. Yap Tian Pheng dan SMP pada tahun 1974 dan pada tahun 1979 didirikan SMA, keduanya di bawah Gembala Sidang Pdt. Cen Sau Chi.

KEDUDUKAN SEKOLAH KRISTEN

Sekolah Kristen merupakan bagian dari pendidikan Kristen, dan harus dipahami sebagai “sekolah” di mana di dalamnya terdapat kegiatan belajar-mengajar, kurikulum, administrasi, interaksi dan komunikasi, tata tertib serta disiplin. Namun dengan sebutan “Kristen “ maka sekolah tersebut tentu harus mempunyai “nafas” atau “identitas ciri khas” yang landasannya adalah iman Kristen. Sekolah Kristen tidak lebih baik, lebih kecil, lebih besar atau lebih akademis dari sekolah negeri (sekuler). Pada dasarnya sekolah Kristen itu berbeda karena mempunyai tujuan dan fokus yang berbeda dari sekolah-sekolah sekuler tandingannya. Sekolah Kristen berangkat dari keyakinan bahwa Allah itu hadir dan berbicara melalui firmanNya, Alkitab yang merupakan pusat kehidupan. Sebaliknya sekolah sekuler berangkat dengan dasar-dasar pemikiran yang berbeda; di mana kehadiranNya tidak relevan, bahwa Injil hanyalah kata-kata manusia, dan bahwa Allah seharusnya tidak dilibatkan dalam proses pendidikan. Dengan titik awal yang sangat berbeda ini, tidak mengherankan jika sekolah Kristen seharusnya akan sangat berbeda dengan sekolah-sekolah sekuler. Oleh sebab itu, umumnya kita dapat menjumpai dasar berangkatnya penyelenggaraan sekolah Kristen ini dapat kita jumpai melalui “pernyataan misi, visi, strategi dan nilai” yang dianut oleh sekolah-sekolah Kristen. Sistem pendidikan, strategi pelayanan, metode-metode pengajaran boleh berubah mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi panggilan, misi-visi dan identitas “Kristen” tidak boleh berubah dalam penyeleng-garaan sekolah “Kristen”. Dan puji Tuhan jika sampai saat ini identitas dan ciri khas pendidikan Kristen di Indonesia masih dijamin oleh UU Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu UU SPN No. 20 Tahun 2003, antara lain dalam pasal 12 ayat 1 tentang hak peserta didik dan pasal 55 ayat 1 tentang “kekhasan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat tetap dijamin oleh undang-undang ini.” Oleh sebab itu mari kita bangun sekolah kita dengan nilai-nilai kristiani.

SUMBANGSIH GEREJA BAGI SEKOLAH KRISTEN

Tidak dapat diabaikan bahwa sekolah Kristen hadir sebagai perwujudan dari misi gereja, yang tidak lain adalah untuk memuliakan Allah melalui dunia pendidikan. Sekolah Kristen tentu tidak berdiri sendiri dalam mengemban tugas dan panggilannya. Sekolah sendiri sebenarnya adalah perluasan tanggung jawab dari keluarga dan gereja di dalam pendidikan. Oleh sebab itu selama melayani di PKMI-2 Palembang, kami mengamati beberapa sumbangsih yang sebenarnya dapat diberikan gereja terhadap sekolah adalah:


1. Gereja seharusnya menjadi sumber dari “misi-visi-strategi-nilai” dari sekolah Kristen agar tidak menyimpang dari tujuannya.
2. Gereja harus menumbuhkan rasa kepemilikan jemaat atas sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja setempat. Jemaat dapat berperan memberikan masukan dan koreksi kepada anggota pengurus sekolah / KPP (Komisi Penyantun Perguruan).
3. Gereja harus dapat memainkan perannya dalam menggenapi Amanat Agung Kristus melalui lingkungan sekolah dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan-kegiatan pembinaan rohani di lingkungan sekolah.
4. Gereja harus mempersiapkan hamba-hamba Tuhan yang mampu melayani di dunia pendidikan, baik sebagai guru agama, konselor, chaplin, dan pimpinan perguruan serta sebagai anggota pengurus sekolah.
5. Gereja harus mendorong jemaatnya untuk menyadari pentingnya profesi guru dan pelayanan sebagai anggota pengurus sekolah / KPP. Misalnya gereja dapat menyediakan beasiswa bagi mereka yang studi di bidang pendidikan untuk menjadi guru, atau bagi guru-guru untuk meningkatkan kualitas mereka.
6. Gereja harus mendorong jemaatnya untuk dapat bersekolah di sekolah tersebut. Jangan sampai ada yang tidak dapat bersekolah di sekolah tersebut karena tidak ada uang! Bagi orangtua yang mampu harus ditanamkan sikap mental untuk tidak meminta pengurangan uang sekolah; sebaliknya bagi yang kurang mampu harus ada upaya gereja untuk membantu.
7. Gereja harus mendukung sekolah secara finansial dan bukannya sekolah sebagai sumber finansial gereja! Pendidikan bukan semata-mata lahan untuk mencari dan mengeruk keuntungan. Gereja perlu menanamkan filosofi pelayanan kepada para pengurus sekolah untuk tidak mencari keuntungan pribadi melalui kegiatan sekolah. Seringkali ketika pengurus sekolah menjadi sangat independen, maka seringkali kebijaksanaan akan diambil tanpa keterkaitan dengan gereja, maka peluang peyimpangan akan sangat besar terjadi.

Setiap kita dapat berperan dalam dunia pendidikan, terutama melalui PKMI-2 Palembang yang telah Tuhan hadirkan di tengah-tengah jemaat GMI Bethlehem Palembang. Ketika kita merayakan HUT Ke-66 gereja kita, sekolah kita sudah mencapai usia 54 tahun – bukanlah usia yang muda! Sudahkah Anda terlibat?

Oleh: Pdt. Sadikin Gunawan
artikel ini ditulis dalam rangka Perayaan HUT ke-66 GMI Bethlehem.
penulis adalah Pimpinan PKMI-2 Palembang Periode 2001-2005, saat ini melayani sebagai penulis di Renungan Harian Manna Sorgawi dan assiten gembala di GMI Sion Jakarta.


Thursday, September 28, 2006

Lakukan semua yang baik ... Refleksi 33 Tahun

Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. (Gal.6:10)

Dalam suatu kesepatan ketika saya menyampaikan firman Tuhan, saya bertanya kepada jemaat, “Apakah yang hadir di sini ada seorang pria berusia 33 tahun?” Dan ada seorang pria yang berdiri menyatakan umurnya hampir 33 tahun, dan saya berkata kepada jemaat, “Apakah pantas jika pria ini mengalami kemaatian?” Jemaat hanya mengeleng-gelengkan kepada tanda tidak setuju. Pada kesempatan yang lain, saya juga bertanya kepada jemaat dengan pertanyaan yang sama. Akan tetapi kali ini tidak ada seorang pun pria yang berdiri. Rupanya yang hadir tidak ada seorang pun pria yang berusia 33 tahun. Saya tidak kehilangan cara dan kemudian berkata, “Jika tidak ada pria yang yang berusia 33 tahun, lihatlah diri saya. Tahun ini saya berusia 33 tahun. Apakah Anda berpikir saya pantas untuk mengalami kematian saat ini?” Rupanya jemaat bukan sekedar mengelengkan kepala, mereka pun berkata, “Tentu tidak pantas!”, “Masih terlalu muda”, dan berbagai ungkapan lainnya.

Yesus mati pada usia sekitar 33 tahun. Kelihatannya tidak ada yang istimewa hal ini selain bahwa Yesus mati muda. Ia hanya mencapai setengah umur manusia rata-rata sekarang ini. Pernyataan ini sederhana sekali, karena kematian memang merupakan pengalaman semua manusia yang alami. Dan kematian mengakhiri segalanya, sehingga tidak ada apa-apa lagi yang bisa dibicarakan. Sesungguhnya kenyataan ini akan berbeda jika kita bicarakan adalah kematian Yesus Kristus. Injil memuat sepertiga bagian untuk membicarakan tentang kematian Yesus. Ada banyak hal yang telah Yesus lakukan bagi kita, walaupun dalam masa yang relatif singkat – 33 tahun! Ia telah melakukan berbagai “kebaikan” bagi umat manusia di muka bumi ini: menyembuhkan orang sakit, mengasihi anak-anak, menghibur orang yang berduka, membangkitkan orang mati, membasuh kaki murid-muridNya, bahkan mati di kayu salib. Ia mengasihi, merangkul, bahkan menangis untuk mereka! Ia tidak harus melakukan semua itu, akan tetapi Ia mau melakukannya, sehingga kita semua yang percaya telah dapat merasakan kebaikanNya ini.

Hari ini saya pun telah berusia 33 tahun. Setiap kali saya membayangkan apa yang telah dilakukan oleh Kristus, saya merasakan bahwa apa yang saya dapat lakukan sangat belum ada apa-apanya! Akan tetapi saya akan selalu belajar untuk senantiasa menabur kebaikan dengan daya dan kemampuan saya. Blog yang saya luncurkan pada bulan ini, saya beri judul “Lakukan Semua Yang Baik ...”, yang dikutip dari perkataan John Wesley (1703-1791), pendiri gerakan Methodist, yang mengatakan:

Lakukan semua yang baik yang dapat engkau lakukan,
Dengan alat apapun yang dapat engkau lakukan,
Dengan cara apapun yang dapat engkau lakukan,
Di manapun dapat engkau lakukan,
Pada setiap waktu yang dapat engkau lakukan,
Kepada semua orang yang dapat engkau lakukan,
Selama engkau masih dapat melakukannya.

Saya tahu kesempatan tidak akan selalu ada untuk berbagi “kebaikan” bagi sesama kita, karena itu Paulus berkata, “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” (Gal.6:10). Hari ini, banyak orang yang hanya mampu berteori, berkhotbah, memberi nasihat, dan lain sebagainya tentang “kebaikan”, akan tetapi tidak melakukan. Benarlah apa yang dikatakan oleh Anton L, “Yang tidak bisa dilakukan oleh nasihat, terkadang bisa dilakukan oleh teladan.”

Mulai hari ini, mari kita lakukan kebaikan, agar hidup yang singkat di dunia ini menjadi sesuatu yang menyenangkan. Lakukanlah semua yang baik..., mungkin itu kepada orangtua, istri/suami, anak-anak, saudara-saudara, bawahan/atasan, teman-teman dan siapa pun juga. Kebaikan tidaklah selalu identik dengan memberi uang! Anda dapat menaikan doa-doa Anda buat mereka.Memberikan nasihat, penghiburan dan dorongan. Mungkin itu sebuah pujian atau sebuah rangkulan dan tepukan pada bahu! Mungkin juga Anda dapat memberi tumpangan dan segelas air seperti yang pernah dikatakan Yesus yang dicatat dalam Injil Matius 25:31-46. Sekecil apa pun kebaikan yang Anda lakukan, tidak akan luput dari mata Kristus. Sekali lagi, Lakukanlah semua yang baik....

Jakarta, 28 September 2006

GMI Menangis! Bila Waktunya Menangis

“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”
(Mazmur 126:5-6)

Air mata berharga di pemandangan Allah bila air mata itu merupakan air mata kerinduan, yang dicucurkan saat memanjatkan doa syafaat, atau air mata sukacita saat Anda memuji Allah atas jawaban doa. Tuhan Yesus pun mema-hami apa arti menangis dalam doa. Ayat terpendek dalam Alkitab berbunyi, “Maka menangislah Yesus” (Yoh 11:35). Yesus menangis karena kasih dan belas kasihanNya bagi orang-orang yang dikasihiNya. Ia juga menangis bagi kita saat Ia bergumul di Taman Getsemani, “Ia telah memper-sembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis ...” (Ibr 5:7). Bukan hanya Tuhan Yesus, Nabi Yeremia bahkan dikenal dengan sebutan Nabi Peratap. Ia disebut Nabi Peratap karena seluruh isi kitab yang ia tuliskan hampir semua dibasahi oleh air mata, “Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan me-nangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh!” (Yer 9:1); “Jika kamu tidak mau mendengarkannya, aku akan menangis di tempat yang tersembunyi oleh karena kesombonganmu, air mataku akan berlinang-linang, bahkan akan bercucuran, oleh sebab kawanan domba TUHAN diangkut tertawan” (Yer 13:17). Bahkan rasul yang menuliskan suratnya paling banyak dalam Perjanjian Baru, Paulus, juga mencucurkan air mata, “Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.” (Kis 17:16). Patung-patung berhala ini merupakan hasil karya pahatan yang tinggi mutunya, tetapi Paulus tidak pergi menikmati karya ini. Alkitab mencatat, waktu Paulus melihat patung-patung berhala ini hatinya sangat sedih. Hatinya sangat sedih melihat lingkungannya masih menyembah berhala dan itu membawa kerinduan untuk mau tidak mau untuk menginjili mereka. Juga karena kasihnya ia menyatakan, “Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata.” (Kis 20:31).

DUA JENIS TANGISAN
Saya setuju, bahwa baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh sembarangan menangis, menangis tanpa alasan yang tepat berarti sama seperti kebayi-bayian (infantilism) dan kekanak-kanakan (childish). Menangis demikian tidak jarang dipakai untuk merengek, minta belas kasihan serta manipulatif. Banyak anak Tuhan bahkan hamba Tuhan yang menangis seperti ini, “menjual penderitaan” mereka dengan berbagai cara yang dapat menggugah hati untuk mendapat-kan belas kasihan. Mereka mematikan kreatifitas, kemampuan dan daya juang mereka untuk menggapai kesuksesan dengan minta dikasihani. Ini tangisan yang tidak bermutu! Akan tetapi dari semua tokoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya pelayan Tuhan selalu akrab dengan air mata. Akan tetapi mereka semua menangis dengan alasan yang tepat dan menunjukkan sikap dewasa. Kalau kita tidak me-nangis padahal mempunyai alasan yang kuat untuk menangis berarti kita berpura-pura tegar. Saya membagi ada dua tangisan untuk dapat mengukur tingkat kerohanian kita:

Pertama, menangis karena kedukaan. Menangis adalah reaksi normal pada kehilangan dan sebagai mekanisme perta-hanan diri untuk menciptakan keseimbangan baru. Kedukaan dapat menimpa siapa saja. Suatu kehilangan tidak harus peris-tiwa kematian; perceraian bisa menjadi peristiwa kehilangan (suami atau istri), kehilangan pekerjaan, sakit (kehilangan kesehatan); perpisahan dengan sahabat karib; orang terpaksa putus cinta; kecurian barang bernilai, mungkin mobil, uang atau pun sepatu. Pasangan yang tidak mempunyai anak, keguguran kandungan juga kehilangan kesempatan punya anak. Orang tua yang punya anak gadis yang kuliah dan kost di luar kota hamil; anak gadis yang hamil dan ke-hilangan kegadisannya juga berduka. Rumah terbakar; gagal ujian, tidak lulus tes, bisa membuat kita berduka. Jelaslah kedukaan ada di sekitar kita dan menangis adalah hal yang normal. Nilai tangisan dan ke-dukaan ini ditentukan oleh banyak faktor, misalnya: objek yang hilang (dapat dilihat atau tidak); cara kehilangan (biasa atau tragis); jangka waktu kehilangan (sementara atau selamanya); nilai objek yang hilang (rendah atau tinggi); dll. Jika kita menangis hanya karena kehilangan materi - uang/harta, maka ini meru-pakan tangisan yang bernilai rendah!

Kedua, menangis karena pergumulan rohani. Ini adalah tangisan yang bernilai! Tiga tokoh Alkitab di atas menangis dan menderita karena hal ini. Mereka menangis karena orang berbuat dosa dan tidak mengenal Allah. Mereka menangis untuk orang lain. Tangisan ini bukanlah hanya sekedar tangisan jasmani, tetapi lebih merupakan jeritan hati Anda kepada Allah. Jangan berusaha untuk mencucurkan air mata secara jasmani. Ini dapat menjadi sesuatu yang munafik. Cucurkan air mata bila Roh Kudus memang menggerak-kannya, namun terlebih penting, rasakanlah dalam lubuk hati Anda dalamnya kerinduan yang dirasakan oleh Roh.

KITA HARUS MENANGIS
Wesley L. Duewel dalam bukunya “Menjangkau Dunia Melalui Doa” menyatakan bahwa situasi dunia saat ini membutuhkan tangisan kita. Ada beberapa hal di mana cucuran air mata yang seharusnya lahir dalam hati kita, secara khusus terhadap gereja yang kita cintai, GMI, memasuki tahun ke-101 di Bumi Nusantara ini. Dengan point-point yang diungkapkan oleh Duewel, saya ingin refleksikan dengan situasi kita saat ini.

1. Kita harus menangis karena umat manusia telah meninggalkan Allah.

Banyak bangsa telah melupakan Allah (Mzm 9:18). Seringkali kita merasa tidak perlu untuk mengakui Allah (Rom 1:28). Kita tidak menghargai kemurahan, keluasan hati dan kesabaran Allah yang terus menerus (Rom 2:4). Kita lebih menghargai strategi, kemampuan, kepandaian dan kuasa bahkan uang kita. Pengharapan hidup kita taruh bukan kepada Allah, tetapi kepada hal-hal tersebut, sehingga Allah hanya tertinggal di dalam “buku tua” Alkitab! Sebagai hamba Tuhan dan majelis terhadap GMI terkadang “rasa memiliki” (sense of belonging) telah menjelma menjadi “keinginan memiliki”, sehingga dengan segala cara kita ingin menjadi oknum yang “mahakuasa” di GMI, kita lupa bahwa GMI ini adalah “milik Tuhan”. Kita harus menangisi dunia kita ini, “Tuhan, ampunilah kami sebagai umat manusia yang suka melawan!”

2. Kita harus menangis karena dosa terus berlipat ganda.

“Orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan.” (2 Tim 3:13). Semua dosa yang didaftarkan dalam katalog dosa dalam 2 Timotius 3:2-4 sungguh jelas yaitu: Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan me-nyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat menge-kang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah! Semuanya ini ditambah dengan kondisi bangsa kita saat ini: pemerkosaan, pornografi, terorisme, kriminalitas yang semakin meningkat dengan tingkat kesadisan dan kekejaman yang tidak terbayangkan sebelumnya: anak membunuh orang tua dan juga sebaliknya, mutilasi, pembunuhan berencana, dll. Tidak sedikit katalog dosa ini juga ada dalam kehidupan umat Tuhan, bahkan hamba Tuhan! Semangat hidup suci dari gerakan Metho-dist hilang lenyap dalam hidup kita! Kita tidak dapat berbuat apa-apa kecuali meratap, “Tuhan, kasihanilah umatMu yang berdosa ini!”

3. Kita harus menangis karena sebagai jemaat, kita ini sungguh tidak hidup dan tidak berkuasa!

Kita mempunyai reputasi sebagai “orang yang hidup”, pada-hal seringkali kita semua mati secara rohani (Why 3:1). Kita kurang memiliki kekuatan yang seharusnya menjadi kesak-sian bagi dunia rohani dan kesalehan (2 Tim 3:5). Seringkali keadaan rohani kita seperti jemaat di Laodikia kita tidak sadar kita ini suam, malang, miskin, buta dan telanjang secara rohani di hadapan Allah (Why 3:17). Beberapa banyak jemaat GMI mempunyai ciri kebangunan rohani seperti yang dilaku-kan John Wesley pada zamannya? Kebanyakan kita tidak dapat mengatakan seperti Petrus dan Yohanes ketika bertemu dengan orang lumpuh, “Emas dan perak tidak ada pada-ku, tetapi yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazareth itu, berjalanlah!” (Kis 4:22). Ini adalah kunci kemenangan gereja. Tetapi ironis sekali banyak orang Kristen dan gereja saat ini punya emas, punya perak, tetapi tidak mempunyai kuasa Allah. Banyak majelis, orang Kristen dapat berkata, emas dan perak saya miliki, mobil saya miliki, handphone saya miliki, credit card saya miliki, tetapi kuasa Allah saya tidak miliki. Celakalah kita, kita harus menangisi diri kita sendiri, “Tuhan, bang-kitkan rohani kami, berikanlah kuasaMu!”

4. Kita harus menangis karena kita sebagai umat Allah sedang tidur secara rohani.

Saya tersentak ketika melihat sebuah acara yang disiar-kan oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, tentang “Pildacil” (pemilihan da'i cilik), di mana anak-anak yang masih begitu kecil sudah mampu untuk “berkhot-bah”dan memberikan siraman rohani, mereka bahkan mampu mengkritisi situasi zaman saat ini. Jika dalam usia yang begitu belia mereka sudah memiliki kemampuan yang sedemikian, mereka akan memiliki hari depan yang cerah! Bagaimana dengan anak-anak Sekolah Minggu dan gereja kita? Rupanya kita semua sedang tertidur? Rasul Paulus mengingatkan kita melalui suratnya, “Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. ... Hari sudah jauh malam, telah hampir siang.” (Rom 13:11-12). Dan juga Salomo menya-takan,“Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi; siapa tidur pada waktu panen membuat malu.” (Ams 10:5). Umumnya kita telah kehilangan kesaksian dan kerinduan untuk memenangkan jiwa yang dimiliki oleh jemaat mula-mula. Kita bisa marah jika ada jemaat yang berbuat dosa, ke-mudian ia dikucilkan dan dijauhkan. Tetapi kita tidak pernah marah terhadap dosa-dosa yang kita sendiri lakukan. Banyak orang Kristen menganggap ini biasa-biasa saja. Pernahkah kita marah jika kita tidak saat teduh? Pernahkah kita marah jika seumur hidup kita belum pernah membawa satu jiwa pun juga? Me-masuki tahun ke-101, apakah jemaat GMI sudah bertum-buh secara berarti, ataukah kita hanya bertumbuh karena faktor kelahiran dan perpindahan jemaat? Biarlah Allah menggerakkan kita untuk menangis, “Tuhan, bangunkan saya, dan gerakan saya serta GMI terus menerus!”

5. Kita harus menangis karena kedatangan Kristus sudah begitu dekat dan tugas kita belum rampung!

Dari semua keadaan-keadaan yang harus terjadi sebelum kedatangan Kristus kembali, tampaknya hanya satu hal yang masih kurang: “Injil Kerajaan ini akan diberi-takan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Mat 24:14). Inilah tugas besar yang diberikan Kristus kepada murid-murid dan kita semua hari ini. John Wesley sendiri mempunyai moto yang sangat terkenal, “The World is My Parish” (seluruh dunia adalah daerah pelayananku). Sudahkah hal ini menjadi semangat dalam diri kita untuk melaksanakan Amanat Agung ini? Statistik menunjukkan di dunia ini ada setidaknya 6,3 milyar orang, 2 milyar orang Kristen dan sisanya 4,3 milyar (1,3 milyar belum mene-rima, 1,4 milyar tidak mengerti dan 1,6 milyar sama sekali belum terjangkau). Atau dengan cara lain dapat dikatakan 2 milyar orang berkata, “Thank You, Jesus!”, 2,7 milyar orang berkata, “No, thank you Jesus” dan 1,6 milyar orang berkata, “Who is Jesus?” Ini adalah tugas kita yang belum selesai. Adakah kita menangis untuk hal ini? George Whitefield hampir tidak pernah berkhotbah tanpa menangis sesungukan. Orang banyak menyalahkan Whitefield, “Apa-apaan khotbah sambil menangis.” Whitefield men-jawab, “Bagaimana saya bisa tahan tidak menangis ketika melihat kalian sendiri tidak bisa menangisi diri sendiri yang jiwanya ada di jurang kebinasaan kekal.” Pengkhotbah berkata, “ada waktu untuk mena-ngis, ada waktu untuk tertawa” (3:4) dan kalau Anda menanyakan, “Kapan kita menangis?” Saya katakan sekarang saatnya kita menangis karena Tuhan sudah mau datang, tetapi pekerjaan masih belum rampung, malah kita sibuk dengan kepentingan kita masing-masing. Ke-adaan dunia kita seharusnya lebih sering menggerakkan kita untuk menangis, “Tuhan, berikanlah kami air mata saat kami berdoa!”

PENUTUP
Mencermati keadaan dan perkem-bangan zaman ini, terutama dalam lingkup GMI, sudah seharusnya kita belajar untuk meneteskan air mata. Jikalau bukan Anda dan saya sebagai warga GMI yang menangis, lalu kita harus berharap kepada siapa? Kita perlu meneteskan air mata untuk pekerjaan Tuhan, mungkin tidak perlu air mata jasmani, tetapi hati yang menangis. Ingatlah jika kita menangis demi pekerjaan Tuhan saat ini, maka pada saatNya nanti Ia akan menghapus segala air mata kita (Why 7:17; 21:4).

Sebagai penutup, marilah kita renungkan sebuah doa yang ditulis oleh Wesley L. Duewel, seorang utusan Injil ke India selama dua puluh lima tahun, mantan presiden Oriental Missionary Society (sekarang OMS International) dan mantan presiden Evangelical Foreign Missions Association, seorang yang tekun berdoa dan pendiri Seminari Alkitab Nusantara, Malang.

BERILAH AKU AIR MATA

Aku mohon berilah aku air mata,
Tuhan yang penuh kasih, Aku berdoa;
Berilah aku air mata saat aku berdoa syafaat.
Berilah aku air mata
saat aku berlutut di hadapan takhtaMu setiap hari;
Berilah aku air mata sampai aku belajar memohon.

Tuhan yang dipaku;
Hancurkan hatiku yang keras dan dingin ini;
Luluhkanlah hatiku dengan api suciMu.
Banjirilah jiwaku dengan cinta kasih ilahi;
Biarlah aku merindukan apa yang Engkau rindukan.

Angkatlah perasaan tawar dari hatiku
Sampai aku menjadi lapar, haus dan rindu,
Sampai jiwaku merindukan orang-orang yang hancur oleh dosa
Dan kerinduan itu dalam batinku,
bernyala-nyala seperti api.

Penuhilah hatiku dengan air mataMu;
di situlah salibMu tersingkap
Sampai segala sesuatu dari dunia ini mati,
Sampai segala sesuatu di dalam dunia ini
akan kuhitung tak berharga
Kecuali kayu salib dari Dia Yang Tersalib

Biarlah hatiku senantiasa disalibkan,
Hingga mencucurkan darah bagi jiwa-jiwa.
Biarlah beban bagi jiwa-jiwa meluluhkan jiwaku setiap hari
Sampai aku turut ambil bagian dalam
penderitaanMu yang sangat besar.

Berilah aku air mata saat aku memberitakan kasihMu;
Berilah aku air mata saat aku memandang takhtaMu.
Biarlah kasih Allah, meluluhkan lagi hatiku.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi GEMA Methodist Wil. 2, penulis renungan harian Manna Sorgawi, Asisten Gembala GMI Sion Jakarta.
Dikutip dari Majalah GEMA Methodist WIlayah 2 Edisi 1/Mei-Juli 2006.

Yudas Iskariot: “Aku Bukan Pengkhianat!”

Satu minggu sebelum umat Kristen mengingat kesengsara-an Kristus dan merayakan sukacita kebangkitanNya dalam perayaan paskah, saya dikejutkan oleh sebuah berita yang dimuat di surat kabar Indo.Pos, pada tanggal 9 April 2006. Berita ini mengisahkan penemuan naskah The Gospel of Judas (Injil Yudas), sebuah manuskrip kuno yang telah berumur 1.700 tahun berdasarkan analisa radiocarbon dengan metode Accelerated Mass Spectrometry (AMS) yang dilakukan di laboratorium radiocarbon University of Arizona's di Tucson - lab yang sama yang menetapkan tanggal dari Dead Sea Scrolls (Naskah Laut Mati). Proyek yang mencakup juga restorasi dan penerjemahan Injil Yudas ini dilakukan oleh Maecenas Foundation berkerjasama dengan The National Geographic Society dan Waitt Institute for Historical Discovery yang berada di California, Amerika Serikat. Untuk lebih jelas Anda dapat melihatnya dalam www9.nationalgeographic.com/lostgospel/.

Sejarah The Gospel of Judas
Berdasarkan penelitian Gospel of Judas pertama kali ditemukan di Minya dekat Mesir pada tahun 1970-an silam dan dijual ke seorang agen benda antik Mesir pada tahun 1978. Selanjutnya, pengumpul benda antik itu menjual manuskrip Yunani kuno ini hingga ke Eropa dan AS. Namun, karena tidak ada orang yang bersedia membeli “barang dagangannya”, orang Mesir itu kemudian menyimpan Injil Yudas dan manuskrip yang lainnya dalam kota deposit bank di Hicksville, New York. Setelah tersimpan selama 17 tahun manuskrip tersebut rusak, manuskrip tersebut mengering dan berubah warna menjadi coklat, bahkan telah hancur menjadi sekitar 1.000 keping. Kini The Gospel of Judas telah diterjemahkan oleh Rodolphe Kasser, Marvin Meyer, dan Gregor Wurst dan dipublikasikan dalam sebuah buku berikut tafsirannya oleh The National Geograpic Society pada bulan April 2006 ini. Sementara, manuskrip kunonya disimpan di Meseum Coptic Kairo, Mesir.

Bukan Barang Baru!
Sebenarnya, jika kita mau belajar dari sejarah, kita banyak menemukan injil-injil yang tidak kanonikal (kanonikal adalah kitab-kitab yang diterima sebagai Kitab Suci, yaitu 39 Perjanjian Lam dan 27 Perjanjian Baru, yang disahkan pada Konsili Carthage pada tahun 419 M) yang sudah beredar, seperti injil Barnabas, injil Petrus, injil Thomas, injil Yakobus, dll. Sebenarnya telah didapati framen-framen sebanyak kurang lebih 50 “injil” yang berbeda yang ditulis pada abad kedua dan ketiga. Apakah Barnabas menulis injil Barnabas, Petrus menulis injil Petrus, Thomas menulis injil Thomas, dst. Sama sekali bukan! Ini adalah produk dari sekte Gnostik yang berkembang pada abad-abad tersebut. Alkitab yang kanonikal jelas menunjukkan bahwa tidak akan ada perubahan terhadap Injil, tidak akan ada Injil yang kedua atau Injil yang lain dari Tuhan. Bisa ada Injil yang lain dan berbeda, tetapi itu pasti bukan dari Tuhan, melainkan dari Setan dan manusia. Paulus sendiri dalam suratnya telah dengan tegas menyatakan, “Sebab kamu sabar saja, jika ada seseorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”. (2 Kor 11:4) “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”. (Gal 1:6-9). Jadi adalah sesuatu yang mustahil kalau Tuhan membuang Kitab Suci kita yang sekarang ini dan menganggap Kitab Suci ini tidak berlaku lagi, dan lalu menggantinya dengan Kitab Suci yang lain!

Penyesatan dalam The Gospel of Judas
Dalam “Injil Yudas”, figur Yudas Iskariot yang biasa kita kenal sebagai seorang pengkhianat, karena Matius, Markus, Lukas maupun Yohanes telah jelas menyatakannya sebagai yang mengkhianati dan menjual Yesus di Taman Getsemani, namun anehnya di “Injil Yudas” menggambarkan pengkhianatan ini sebagai wujud kesetiaannya terhadap Yesus dan menunjukkan bahwa ia adalah murid yang paling dekat dengan Yesus. Dalam manuskrip yang terdiri dari 13 lembar daun lontar itu tertulis bahwa justru Yesus yang meminta Yudas untuk melakukan pengkhia-natan itu dan menyerahkannya kepada tentara Romawi. Alasan-nya supaya Dia terbebas dari tubuh jasmani. Dan, karya penyela-matan baru terjadi setelah roh itu lepas dari tubuh yang fana. Di sini jelas sekali tentang pengaruh ajaran Gnostik yang berpusat pada pengetahun yang penuh misteri dan menekankan kepada dualisme antara dunia materi dan roh.

Aku Bukan Pengkhianat!
Secara keseluruhan, saya ingin menyimpulkan bahwa injil Yudas ini ingin membersihkan diri Yudas Iskariot sebagai pengkhianat, dan ia ingin mengatakan, “Aku bukan pengkhianat!” Bukankah zaman sekarang tidak sedikit orang Kristen yang juga melakukan hal-hal yang jahat dan mengatakan, “Aku bukan pengkhianat!”. Mereka mengatakan bahwa mereka mengasihi gereja, mengasihi pelayanan bahkan mengasihi dan dekat dengan Tuhan. Akan tetapi hidup mereka sesungguhnya bukan mengasihiNya, tetapi menghkianatiNya dengan sikap-sikap dan cara-cara yang tidak berkenan yang mereka lakukan terhadap gereja dan sesamanya. Hampir semua pihak yang berkonflik dalam gereja dan pelayanan sama-sama ingin mengatakan, “Aku bukan pengkhianat!” Mana yang benar? Kalau terhadap diri Yudas Iskariot, firman Tuhan memberikan jawabannya yang jelas, utuh dan benar! Demikian juga dengan siapa pun, firman Tuhan sendiri yang akan meng-hakimi. Semoga kita tidak menjadi Yudas Iskariot! ?

Dikutip dari Majalah GEMA Ed-1/Mei-Juli 2006
Emai: gemamethodist@yahoo.com

Wednesday, September 27, 2006

Melayani Tanpa Bayaran, dari John Wesley sampai Rick Warren

Anda pernah mendengar kisah Rick Warren, penulis buku "The Purpose Driven Life" yang terkenal itu? Umat Kristen Indonesia mendapatkan berkat yang luar biasa dengan kehadiran Rick Warren pada 10-11 Juli 2006 yang lalu dalam acara "Purpose Driven Conference" di Istora Senayan Jakarta. Dalam acara ini, Rick Warren juga menyampaikan isi hatinya. Ia mengemukakan tentang tujuan hidupnya, apa yang ia dan isterinya dapatkan dalam menghadapi penyakit kanker yang diderita isterinya sampai kepada ketenaran yang didapatkannya karena buku yang ditulisnya terjual lebih dari 20 juta copy. Tetapi lebih daripada pengalaman hidupnya, komitmen hidupnya pun sangat luar biasa. Ia mengatakan, walaupun dia mendapatkan banyak uang dari hasil penjualan bukunya, ia dan keluarganya tidak akan merubah gaya hidup mereka. Anda bisa membayangkan, lebih dari 20 juta copy terjual! Ia bukan saja menjadi tenar tetapi juga kaya mendadak. Akan tetapi ia tidak lantas pindah ke rumah yang baru, tetapi ia tetap tinggal di rumah yang sudah ditempatinya selama 16 tahun. Ia juga tidak mengganti mobil baru, ia memakai mobil yang digunakannya selama enam tahun. Saya teringat akan John Wesley yang pernah berkata, "Penghasilan bertambah tidak seharusnya pengeluaran bertambah, tetapi pemberian yang meningkat." Di mana John Wesley sepanjang hidupnya ia telah memberikan sekitar 30 juta poundsterling yang dihasilkannya selama hidupnya, terutama melalui karya-karya tulisnya yang diterbitkan. John Wesley sedikitnya telah menulis 4 jilid komentar atas keseluruhan Alkitab; kamus bahasa Inggris; 5 jilid buku filsafat umum; 4 jilid buku sejarah gereja; kisah-kisah sejarah Inggris dan Roma; tata bahasa Ibrani, Latin, Yunani, Perancis dan Inggris; 3 buku tentang pengobatan; 6 buku tentang musik gereja; 7 buku kumpulan khotbah dan kertas kerja yang kontroversial. Dia juga mengedit perpustakaan 50 buku yang dikenal sebagai "Perpustakaan Kristen"

Kita sering mendengar orang berkata bahwa hidup sekarang ini susah, segala sesuatu serba mahal, belum lagi gaji tidak kunjung naik! Di zaman yang susah begini, pernahkah Anda mem-pertanyakan pada diri Anda sendiri, bagaimana jika Anda tiba-tiba mendapat suatu keuntungan besar dan menjadi "Orang Kaya Baru". Apa yang akan Anda lakukan? Saya pernah menyaksikan info-tainment di televisi, beberapa artis yang kaya mendadak karena ketenaran dirinya ataupun ketenaran pasangannya, langsung mengubah gaya hidup mereka. Mungkin Anda juga akan mengubah gaya hidup Anda; pindah ke perumahan elite, membeli mobil baru, dlsb. Impian sudah menjadi kenyataan!

Anda ingin tahu apa yang dilakukan Rick Warren dengan kekayaannya dan ketenarannya? Ada empat hal yang dilaku-kan Rick dengan kekayaannya: Pertama, Rick mengatakan, "Saya tidak akan mengubah gaya hidup saya."; Kedua, Rick berhenti menerima gaji dari gereja di mana ia melayani atas keinginannya sendiri; Ketiga, dia juga menghitung kembali semua gaji yang telah dia terima selama 24 tahun terakhir sejak dia memasuki gereja dan mengembalikannya. "Melayani Tuhan tanpa memungut bayaran," katanya; Keempat, Rick dan isterinya, Kay Warren, menyumbangkan penghasilan mereka kepada tiga yayasan; "Acts of Mercy", yang melayani mereka yang menderita AIDS, "Equipping the Church", yang melatih pemimpin-pemimpin gereja di negara-negara berkembang, dan "The Global Peace Fund", yang membantu mereka yang miskin, yang sakit dan yang buta huruf; Kelima, ia membalikkan perpuluhan. Jika selama ini orang memberikan 10% kepada Tuhan, tetapi Rick memberikan 90% dari seluruh penghasilannya dan hanya menggunakan 10% untuk dirinya! "Setiap kali saya memberi, itu mematahkan cengkraman materialisme dan membesarkan hati saya, menjadi seperti Yesus yang murah hati," demikian ungkap Rick. Mendengar perkataan ini, sekali lagi saya teringat akan John Wesley, di mana ia mengatakan, "Jika saya mempunyai uang, saya akan memberikannya secepat mungkin sehingga uang tersebut tidak berada dalam hati saya."
Tentu saja, Anda tidak harus menjadi kaya dahulu untuk dapat melakukan apa yang Wesley atau Rick Warren lakukan. Lihatlah saudara-saudari seiman Anda di gereja Anda, mereka membutuhkan perhatian Anda, mereka butuh doa Anda. Jika Anda tidak mempunyai kekayaan untuk diberikan, mengapa tidak memberikan waktu Anda? Mari kita "melayani Tuhan tanpa memungut bayaran" dengan segala kekuatan yang ada pada kita, uang kita yang tidak seberapa, waktu yang semua orang sama banyaknya, yaitu 24 jam. Kita mungkin tidak memiliki kekayaan sebesar Wesley atau Rick Warren tetapi kita bisa memiliki iman seperti mereka. Marilah kita melayani Dia, Si Pemberi hidup!?

Tuesday, September 26, 2006

JOHN WESLEY, Bagaimana Ia Bisa Menjadi Berkat Bagi Dunia?

John Wesley adalah seorang penginjil berbangsa Inggris, seorang teolog dan salah satu pendiri Gereja Methodist. Ia hidup antara tahun 1703-1791.
John Wesley rata-rata menyampaikan tiga khotbah per hari selama 44 tahun yang berarti ia berkhotbah lebih dari 44.000 kali. Hal ini dilakukannya dengan berkeliling sejauh 322.000 km, atau 8.000 km setahunnya, dengan menunggang kuda dan sebuah kereta yang ditarik di belakang kuda.

Ia telah menulis 4 jilid komentar atas keseluruhan Alkitab; kamus bahasa Inggris; 5 jilid buku filsafat umum; 4 jilid buku sejarah gereja; kisah-kisah sejarah Inggris dan Roma; tata bahasa Ibrani, Latin, Yunani, Perancis dan Inggris; 3 buku tentang pengobatan; 6 buku tentang musik gereja; 7 buku kumpulan khotbah dan kertas kerja yang kontroversial. Dia juga mengedit perpustakaan 50 buku yang dikenal sebagai “Perpustakaan Kristen”.

Hidupnya sebagian terbesar adalah untuk pekerjaan penggembalaan. Dia bangun jam 4 pagi, dan bekerja penuh hingga jam 10 malam, hanya dengan sedikit waktu untuk makan. Di dalam kesibukannya seperti ini, ia masih bisa berkata, “Saya mempunyai jam pensiun yang lebih banyak dari orang-orang yang ada di seluruh Inggris.”
John Wesley menelusuri seluruh daerah pinggiran kota Inggris selama paruh terakhir abad 18, jiwanya tersentuh oleh kemiskinan, kejenuhan dan buruknya kehidupan di pedesaan. Suatu hari ia punya ide untuk membagikan bibit kembang kepada ibu-ibu rumah tangga, dan menawarkan hadiah bagi mereka yang membuat kebun bunga yang terindah. Hasilnya adalah sekarang ini pedesaan di Inggris menjadi terkenal di seluruh dunia sebagai desa yang penuh dengan kembang warna-warni. Hanya satu orang, satu tangan, telah mengubah kehidupan pedesaan yang payah dari satu negara!
Pada usia 83 tahun, dia kecewa karena mendapatkan dirinya tidak lagi bisa menulis selama 15 jam sehari tanpa menyakiti matanya; pada umur 86 tahun dia malu mengakui bahwa dia sudah tidak mampu lagi berkhotbah dua kali sehari. Pada usia 86 tahun, dia berkhotbah hampir di seluruh pelosok Inggris dan Wales, dan sering bepergian 48 hingga 80 km seharinya.

Seorang ibu bertanya kepada John Wesley, seandainya ia tahu bahwa ia akan mati jam 12 tengah malam besok, apa yang akan ia lakukan selamawaktu yang masih tersisa. Dia menjawab, “Mengapa Ibu, aku akan me-ngisi waktuku seperti apa yang telah aku lakukan sekarang. Aku akan berkhotbah petang ini di Gloucester, dan besoknya jam 5 pagi; setelah itu saya akan pergi ke Tewkesbury, berkhotbah di sore harinya, dan bertemu dengan jemaat pada malam harinya. Aku kemudian akan per-gi ke rumah Pdt. Martin, yang akan menjamu saya, ngobrol dan berdoa bersama dengan keluarganya seperti biasanya, dan istirahat di kamar saya seperti biasanya jam 10, menyerahkan diri saya kepada Bapa sorgawi, tidur dan beristirahat, dan bangun dalam kemuliaanNya.”
Pada ulang tahunnya yang ke-85, John Wesley menulis di buku hariannya:
“Saya merasakan penurunan dalam ingatan saya, khususnya tentang nama2 dan hal2 yang baru saja terjadi, tetapi tidak sama se-kali untuk apa yang telah saya baca 20, 40, atau 60 tahun yang lalu. Juga saya tidak merasakan keletihan di dalam perjalanan dan ber-khotbah. Kepada penyebab manakah dapat saya hubungkan semua hal ini? Pertama, kuasa Allah, yang memampukan saya bekerja untuk panggilan saya; dan kemudian, doa-doa dari anak-anakNya. Lalu, tidakkah saya dapat menghubungkannya dengan hal-hal yang nam-paknya tidak berarti seperti:
1. Olahragaku yang teratur dan juga perubahan udara;
2. Saya tidak pernah kehilangan tidur malam, baik waktu sakit maupun saat sehat, baik ketika berada di darat, maupun di laut;
3. Tidurku ketika diperintahkan, baik siang maupun malam;
4. Bangun tidurku yang tetap jam 4 pagi selama kira2 60 tahun;
5. Khotbahku yg tetap pada jam 5 pagi selama lebih dari 50 tahun;
6. Dan sedikitnya rasa sakitku, ketakutanku, serta kecemasanku akan kehidupan ini.”

John Wesley mempunyai aturannya untuk hidup ini:
Lakukan semua yang baik yang dapat engkau lakukan,
Dengan alat apapun yang dapat engkau lakukan,
Dengan cara apapun yang dapat engkau lakukan,
Di manapun dapat engkau lakukan,
Pada setiap waktu yang dapat engkau lakukan,
Kepada semua orang yang dapat engkau lakukan,
Selama engkau masih dapat melakukannya.