Friday, October 17, 2008

Grow Old Atau Grow Up?

Bertambah usia dan menjadi tua, adalah proses normal kehidupan seorang manusia. Baru-baru ini sebuah situs internet memuat berita tentang seorang pesepak bola tersohor David Beckham, dengan judul “David Beckham Takut Menjadi Tua”. Bagi David Beckham, menjadi tua adalah sebuah hal yang menakutkan. Beckham sangat takut, suatu saat dirinya akan menjadi tua, botak dan gemuk. Saat ini, Beckham telah memiliki suatu perasaan kehilangan masa-masa mudanya seperti dahulu. Kini, setelah memiliki 3 orang anak dari sang isteri, Victoria Beckham, dirinya merasa sangat tua dari usianya saat ini. Namun, Beckham selalu membunuh perasaan tersebut dengan cara-cara tertentu, antara lain, selalu ke pusat kebugaran dan melakukan diet ketat, agar postur badannya tidak berubah meskipun menjadi tua. Victoria Beckham, sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan apa yang akan terjadi dengan suaminya di hari tua nanti. Tapi menurutnya, Beckham terlalu paranoid terhadap dirinya sendiri, dan itu membuat Beckham seperti orang yang kehilangan kendali.

Berbeda dengan Beckham, beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan seorang pendeta Methodist yang telah berusia 77 tahun. Memang beliau tampak tua, botak dan gemuk, tetapi beliau tetap sehat dan sampai saat ini masih aktif melayani Tuhan. Dari gaya bicaranya, saya melihat beliau tetap atusias untuk menjalani hidup ini. Saya sendiri berpikir apakah saya bisa mencapai usia yang demikian dengan tetap memiliki tubuh yang sehat dan tetap dapat aktif melayani Tuhan?

Memang banyak orang takut menjadi tua, bahkan tidak mau mengakui bahwa mereka sudah tua. Sampai usia 50-an banyak orang yang masih beranggapan bahwa ia masih muda, tetapi begitu masuk usia 60, dan gereja mengumumkan bahwa mereka yang berusia 60 tahun ke atas diharapkan menghadiri kebaktian komisi lansia. Sehingga tidak sedikit mereka yang tidak mau menghadiri kebaktian komisi lansia, karena takut dianggap sudah tua atau “lansia”. Atau ada orang yang menganggap kalau sudah mencapai usia 65 tahun itu berarti, “saya sudah tua!” Paul Gunadi mengatakan bahwa sesungguhnya kita telah mengalami proses penuaan hari lepas hari, tahun demi tahun.

Ada satu pepatah yang mengatakan, “Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah pilihan.” Menjadi tua dan menjadi dewasa tentu adalah dua hal yang berbeda. Pertanyaan bagi kita adalah: “Apakah kita hanya bertambah tua (grow old), atau juga bertambah dewasa (grow up)?” Untuk menjadi dewasa tentu harus ada usaha dan itu suatu keharusan. Banyak sekali masalah yang tidak dapat diselesaikan “tanpa kedewasaan sikap”, padahal, hidup yang kita jalani ini haruslah dapat memberi makna. Kedewasaan tidak terkait sama sekali dengan masalah umur. Meskipun sering terdengar ungkapan bahwa orang tua lebih bijak. Seiring dengan bertambahnya usia kita, Paulus mengingatkan kita untuk meninggalkan sifat kanak-kanak itu (1 Kor 13:11), dan mengharapkan kita menjadi dewasa dalam Kristus! Jangan hanya menjadi tua, tetapi kita harus menjadi dewasa. Orang tua memang akan semakin lemah secara fisik, tetapi mereka seharusnya menjadi kuat dalam iman. Masa tua adalah masa yang makin mendekati perjumpaan dengan Tuhan, jadi bersiap-siaplah, jangan datang kepada Tuhan dengan tangan hampa. Pemazmur mengatakan, "Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion." (Mzm 84:8). Memang fisik makin melemah, tapi seperti Paulus katakan manusia batiniahku diperkuat. Makin hari berjalan bukan makin lemah tapi makin kuat karena kita berjalan hendak menghadap Allah di Sion. Sampai bertemu di Sion!

Sumber: Majalah GEMA Methodist Wilayah 2 Edisi 10

Thursday, August 28, 2008

17 Agustus di Methodist 2 School Palembang



Tanggal 1 Agustus 2008 saya kembali melayani di Perguruan Kristen Methodist Indonesia 2 (PKMI-2) Palembang, yang lebih dikenal dengan sekolah Methodist 2 Palembang. Tepat tanggal 17 Agustus 2008 saya berkesempatan menjadi pembina upacara. Memang ini bukan kali pertama saya menjadi pembina upacara. Sejak 2001-2005 saya memang telah melayani di Sekolah Methodist 2 ini. Memang kita yang tidak berkecimpung di dunia pendidikan pasti jarang mengikuti upacara semacam ini. Terkadang saya berpikir perlu nggak sich upacara seperti ini? Tapi setidaknya saya merasa spirit nasionalis saya kembali bergeloro. Biar kita lebih cinta lagi negeri kita ini, tidak korupsi, dan lebih banyak mau berkorban lebih nyata. Bukan sekedar janji-janji ketika pilkada atau pemilu. Semoga!








Thursday, July 17, 2008

GELAR TEOLOGI: PAJANGAN ATAU PELAYANAN?

Kultur negara berkembang cenderung melihat bahwa keberhasilan seseorang dinilai dari segi pendidikan yang ditempuh. Masyarakat memberikan rasa hormat yang tinggi bagi kaum terpelajar dan ini membuat kebanyakan pihak tergiur untuk mendapatkan status ini bahkan dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Hal ini juga sudah merambat ke gereja di mana jemaat juga melihat dan menerima hanya pendeta, pengkhotbah dan pelayan yang memiliki jenjang pendidikan tinggi. Hasrat untuk mendapatkan pendidikan tinggi bukan hal yang salah, di mana Alkitab juga mengatakan di Amsal bahwa mencari kebijaksanaan adalah hal yang mulia. Namun motivasi untuk mengagungkan diri (excessive self promotion) atau terbuai dengan pujian orang lain melalui gelar teologi telah menyimpang dari apa yang menjadi tujuan hidup seorang pelayan/hamba Tuhan yang baik yang disinggung dengan jelas di dalam Alkitab.

Dualisme kehidupan pelayan juga harus dipertanyakan. Di satu pihak, pengajaran di atas mimbar ataupun kelompok kecil selalu menghimbau agar menjadi orang Kristen yang rendah hati. Di lain pihak kita bisa melihat, bahwa pelayan selalu menuliskan gelar teologi mulai dari buletin gereja, e-mail, dan kartu nama yang memberikan indikasi bahwa dia mengharapkan orang lain untuk menghormati dia sesuai dengan gelar yang diperolehnya.
Karakter ini bukan hanya ditemukan di abad modern ini. Fritz Ridenour di dalam bukunya Faith it or Fake it memaparkan 12 karakter yang ditemukan di dalam Alkitab di mana salah satunya secara prinsip adalah fenomena yang kita telusuri. Bunyinya cukup sederhana: “Amen, saya ingin melaksanakan kehendak Tuhan (Kalau itu sesuai dengan rencana saya)”.Pada dasarnya, kehendak Tuhan secara umum adalah perintah yang tertulis di dalam Alkitab dan ini berbeda dengan kehendak Tuhan khusus untuk individu tertentu. Kehendak Tuhan untuk para pelayan telah dibahas dengan gamblang di kitab Titus dan Timotius. Tuhan mau pelayannya bersikap rendah hati dan tidak sombong, dia mau mereka mempunyai integritas yang tinggi (1 Timotius 3:2). Sebaliknya, pelayan mempunyai kehendak tersendiri yaitu menonjolkan diri melalui gelar teologi dan bertujuan untuk mendapatkan nama baik dan pujian dari pihak lain daripada pengakuan dari Tuhan.

Alkitab tidak mengajarkan bahwa gelar teologi adalah syarat pokok di dalam pelayanan. Gelar teologi juga tidak menjamin atau menentukan keberhasilan di dalam pelayanan. Yang menjadi syarat utama di dalam pelayanan adalah kualitas individu yang bertugas di ladang Tuhan.

Kualitas pelayan Tuhan dicantumkan di dalam kitab Titus 1, I Timotius 3 dan II Timotius 2. Rasa hormat pihak non-Kristen menjadi suatu rujukan juga untuk menentukan kualitas pelayan.
Tuhan melihat kualitas manusia tanpa melihat berapa usia mereka. Manusia hanya melihat tumpukan pendidikan dan pengalaman yang menjadi syarat utama di dalam pelayanan. Tuhan melihat keinginan dan kepatuhan hati manusia di dalam pelayanan dan ini ditemukan juga pada orang yang usianya masih muda. Daud, Samuel, Yeremia, Yohanes Pembaptis, dan Timotius mulai melayani Tuhan pada usia yang cukup belia. Semua contoh di atas menyatakah bahwa usia bukan tolak ukur di dalam pelayanan walaupun usia juga menentukan kematangan jiwa.

Pengembangan kualitas dan pendalaman makna pelayanan adalah dua hal yang tidak perpisahkan. Pengembangan keahlian di dalam mengajar firman Tuhan membutuhkan waktu dan tenaga di dalam persiapan baik dalam bentuk formal atau informal. Kalau jalur formal sudah dilalui, maka kita harus bersyukur kepada Tuhan atas gelar teologi yang diberikan dan kemudian disimpan di dalam laci dan untuk seterusnya lebih condong melihat kebutuhan orang lain di dalam pelayanan. Tuhan Yesus menekankan betapa pentingnya untuk mengetahui arti pelayanan. Menjadi pelayan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi dan terhormat, namun merendahkan hati, mau melayani yang lain dan dia menjadi yang terbesar di dalam Kerajaan Allah (Markus 9:35).

Memindahkan fokus dari gelar teologi ke pelayanan membutuhkan suatu ketulusan yaitu ketulusan untuk menyangkal diri sendiri dan menempatkan Tuhan di atas segala-galanya dan kita semuanya menjadi pelayan Tuhan yang tunduk sepenuhnya kepada kehendaknya. Betapa besarnya berkat kepada para jemaat, orang Kristen dan khalayak ramai, apabila pelayan berusaha sekuat tenaga untuk mendalami dan mencontohi kerendahan hati Tuhan Yesus di dalam pelayanan mereka yang berwujudkan pelayanan inkarnasi (incarnational ministry).

Oleh: Sutjipto Utomo (Majalah GEMA Methodist Wilayah II Edisi 9/Mei Juli 2008)

Wednesday, July 16, 2008

Telah Terbit: Rhema Sorgawi Vol.2 - Kematian Yang Berharga

Buku Kematian Terlengkap!
Khotbah penghiburan Umum, Khotbah Penghiburan Untuk Situasi Khusus, Outline Khotbah Penghiburan, Kumpulan Kata-Kata Bijak Tentang Kematian, Puis, Doa, Ilustrasi, Petunjuk-Petunjuk Praktis Pelayanan Kedukaan, Daftar Ayat-Ayat Penghiburan, Dll.

Kematian selalu akan membawa duka. Dan setiap kita pasti akan mengalami dan tak akan lepas dari kematian; entah ditinggal oleh orang yang kita kasihi, entah kita harus menghibur orang yang sedang berdukacita atau bahkan harus menghadapi kematian itu sendiri! Banyak orang yang ketika ditinggalkan oleh orang yang dikasihi merasa putus harapan, kehilangan pegangan, bahkan merasa hidup tidak lagi berharga untuk dilanjutkan. Buku kumpulan khotbah edisi khusus khotbah penghiburan ini akan sangat menolong Anda!

Banyak hamba Tuhan yang seringkali kesulitan mempersiapkan khotbah tentang kematian. Bukan saja karena peristiwa ini datangnya mendadak dan tidak dapat kita duga sebelumnya, tetapi juga karena waktu yang tersedia untuk menyusun khotbah sangat singkat. Buku ini akan sangat menolong para hamba Tuhan atau juga mereka yang akan menghibur atau menyampaikan renungan di kala duka.

DAPATKAN SEGERA DI TOKO BUKU GRAMEDIA, TOKO BUKU LEKSIKA, DAN TOKO-TOKO BUKU KRISTEN DI KOTA ANDA! ATAU HUBUNGI PENERBIT PUSTAKA SORGAWI JAKARTA 021-7097 5203, 4390 9981 Email: gunungsion@yahoo.com

Komentar Tentang Buku Ini:

Ada dua jenis kematian. Kematian yang berharga dan kematian yang tidak berharga. Kematian yang berharga ialah kematian dari mereka yang menghargai dan memaknai hidup yang singkat dalam dunia. Seperti Paulus yang sanggup berkata, "Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" (Flp 1:21). Kematian yang tidak berharga adalah kematian mereka yang hidupnya sia-sia tanpa makna. Buku yang sedang Anda baca ini menuntun kita agar menjadi manusia yang siap hidup dengan bermakna dan pada waktunya nanti kita pun siap menerima kematian yang berharga. Buku ini pasti menguatkan setiap orang dikala menghadapi bayang-bayang maut yang sering sangat menakutkan.

Pdt. Dr. Richard Daulay
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

Kumpulan khotbah kematian dan kedukaan ini pertama kali ditulis secara komprehensif oleh seorang hamba Allah di Indonesia. Oleh sebab itu, buku ini dapat menjadi referensi yang berguna. Panggilan untuk mendampingi orang yang berduka tidak hanya ditujukan bagi warga gereja secara perorangan, melainkan juga gereja secara persekutuan (kelembagaan). Warga secara perorangan dan gereja secara kelembagaan hendaknya diperlengkapi dengan telinga ketiga (terampil mendengarkan) dan hati kedua (bersikap empati) pada jeritan kedukaan. Baik secara perorangan maupun kelembagaan, kita harus peduli, menerima dan mendengarkan semua jeritan siapa pun yang berduka secara penuh dan utuh, sebagaimana Yesus sendiri melakukannya.

Totok S. Wiryasaputra
Grief Psychology Counselor
GEPOI Foundation Executive Director, Yogyakarta
Pengasuh Pondok (Maya) Tridharma Manunggal, primma.org.


Buku ini bukan saja sangat berguna bagi yang menyampaikan firman Tuhan atau menghibur orang yang sedang berduka. Tetapi juga bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Ia membuat hidup kita lebih berarti dan mempersiapkan diri kita menghadap Sang Pencipta kita.

Bishop Amat Tumino, M.Min.
Ketua Dewan Bishop Gereja Methodist Indonesi (GMI)
Pimpinan GMI Wilayah II


Buku ini mampu menjelaskan makna hidup dan kematian menurut ajaran Alkitab; patut dibaca untuk lebih memperdalam pemahaman akan kematian yang tidak hanya menakutkan, tetapi juga menguatkan serta memberi makna dalam menjalani kehidupan sebagai suatu perjalanan bersama Tuhan.

Bishop Dr. H. Doloksaribu, M.Th.
Pimpinan Gereja Methodist Indonesia Wilayah I

Buku kumpulan khotbah "Kematian Yang Berharga" yang ditulis oleh Pdt. Sadikin Gunawan, S.E., S.Th., merupakan suatu terobosan baru dalam kategori buku kumpulan khotbah. Buku ini tidak hanya memuat khotbah-khotbah yang memberikan inspirasi dan wawasan yang baru bagi kita sekitar kematian, tetapi juga dilengkapi dengan kata-kata bijak, puisi, dan doa tentang kematian, yang akan memperkaya penyampaian renungan. Di samping itu buku ini juga memuat petunjuk-petunjuk praktis pelayanan kedukaan dan data yayasan-yayasan pelayanan kedukaan. Sebuah buku yang wajib dimiliki oleh hamba-hamba Tuhan atau siapa pun yang sering membawakan renungan pada acara-acara kematian seseorang!

Ev. Erich Unarto, S.E.
Pimpinan Renungan Harian Manna Sorgawi

Pengupasan dan pemaparan yang jelas mengenai realita dan misteri kematian dan bagaimana menghadapinya dengan dasar firman Tuhan yang menjadi sumber kekuatan dan penghiburan. Patut untuk dibaca, karena buku ini menghimbau kita memanfaatkan waktu dengan baik sebelum ajal tiba.

Sutjipto Utomo, M.Div.
Lay Preacher, tinggal di Singapura

Buku ini akan memperluas wawasan dan pandangan Anda tentang kematian dan pelayanan kepada keluarga yang berduka. Pdt. Sadikin Gunawan membuka berbagai sumber yang sangat bermanfaat bagi Anda tentang pelayanan kedukaan. Buku ini cukup komprehensif untuk menjadi salah satu buku pegangan pelayanan kedukaan."

Pdt. Budi Setiawan, M.Div.
Sekretaris Umum Sinode Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA)
Gembala Sidang GSJA Charismatic Worship Service (CWS), Kelapa Gading

Lebih dari sekedar buku kumpulan khotbah kedukaan. Merenungkan "Kematian Yang Berharga" ini menjadikan hidup saya lebih bijaksana dan lebih berharga lagi. Buku ini juga akan membuat hidup Anda lebih berharga.

Rusdy Gunawan, S.E., M.M.
Direktur PT. Leksika Indonesia (Leksika Bookstore)

Monday, July 14, 2008

25 TAHUN GMI SION JELAMBAR


Mengingat betapa luar biasanya anugerah Tuhan dalam perjalanan gereja Tuhan selama 25 tahun ini, kami mengundang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri/i untuk dapat hadir dalam
Ibadah Pengucapan Syukur
HUT Ke-25 GMI Sion Jelambar, Jakarta

"Berubah & Berbuah"
Pembicara:
Bishop Amat Tumino, M.Min.
(Pimpinan GMI Wilayah II)
Minggu, 10 Agustus 2008
Pkl.18.00 - 20.30 WIB

Tempat:
GMI Sion Jelambar
Jl. Jelambar Selatan XI No.29 Jelambar, Jakarta Barat 11460
Telp. 021-5694 3594, 567 6335 email: gmi_sion@yahoo.com

Kehadiran Bpk/Ibu/Sdr/i adalah sebuah kebahagiaan yang besar bagi kami

Panitia HUT Ke-25 GMI Sion Jelambar

Tuesday, July 08, 2008

Kata-Kata Terakhir

JOHN WESLEY (1703-1791) adalah tokoh pendiri Gereja Methodist yang mempunyai perawakan kecil dengan tinggi 160 cm dan berat 55 kg, suara yang lembut, namun mempunyai semangat pekabaran Injil yang membaja. John Wesley biasanya pergi mengabarkan Injil dengan menunggang kuda dan setiap hari ia menempuh jarak kurang lebih 30-100 kilometer. Setiap pagi ia bangun pukul 04.00 subuh dan baru beristirahat pukul 22.00 malam. Pada usianya yang sudah lanjut, ia mendapatkan peng-hormatan dari teman-temannya. Mereka menghadiahkan kepadanya sebuah kereta khusus yang diperlengkapi dengan lemari buku dan meja tulis. Dengan demikian ia dapat lebih leluasa untuk menulis dan membaca buku di atas kereta kuda. Pada usia 83 tahun ia menyatakan kekecewaannya karena tidak dapat lagi menulis 15 jam sehari tanpa melelahkan matanya. Pada usia 86 tahun, ia malu mengakui bahwa ia tidak sanggup lagi berkhotbah dua kali sehari. Sepanjang hidupnya ia telah berkhotbah sebanyak 42.000 kali sepanjang 66 tahun, kira-kira 606 khotbah per tahun, menulis lebih dari 230 buku/tulisan, melakukan perjalanan 300.000 mil atau hampir 15 kali lingkaran bumi selama 50 tahun. Sungguh suatu semangat pelayanan yang luar biasa. Prinsip pelayanan yang dipegang teguh sampai akhir hidupnya adalah "Seluruh dunia adalah tempat pelayananku".

Bahkan saat-saat menjelang kematiannya, ia masih dapat melayani Tuhan melalui khotbah dan tulisannya. Ia menulis khotbah terakhirnya pada tanggal 22 Februari 1791 dengan judul "On The Danger Of Increasing Riches" yang diambil dari Mazmur 62:10. Dia terus menyaksikan imannya dan sering berbicara tentang "kehidupan kudus" dan "kematian kudus". Dan sesungguhnya kematiannya pada tanggal 2 Mei 1791 pada usia 87 tahun 8 bulan, merupakan suatu pengalaman yang kudus.

Pada akhir masa hidupnya ia terbaring di kamar yang berukuran kecil di rumahnya di jalan City Road, London. Dia mengejutkan mereka yang hadir pada saat itu ketika ia memecahkan keheningan yang ada dengan nyanyian Isaac Watts, "Ku kan memuji Penciptaku selagi bernafas. Sampai kepada suaraku lenyap ditelan kematian, pujian akan menguasaiku. Hari-hariku yang penuh pujian kepadaMu tidak akan berlalu. Selama hidup dan akhir hidupku, keabadian itu akan terus berlangsung." Dia masih bertahan sampai dengan hari berikutnya, ia mengumpulkan sisa tenaganya untuk mengatakan kalimat ini, "Yang terbaik di atas segalanya Allah itu beserta kita." Inilah kata-kata terakhir dari John Wesley dan ia meninggal dengan tenang pada keesokan paginya. Ia dimakamkan di halaman belakang gereja Methodist City Road, London. Ia telah mati, tetapi pesannya tidak pernah mati. Biarlah kita tetap beriman kepada Allah sampai pada akhirnya dan kata-kata terakhir kita adalah kata-kata yang memuliakan Allah.
Sumber: Manna Sorgawi Edisi Agustus 2008

Wednesday, July 02, 2008


Bersama Keluarga Natal 2007
sadikin-krisna-thessa-thea