Monday, November 13, 2006

"Apa Kabar GMI?"

Dialog Imajiner John Wesley Dengan Calon Bishop
Oleh: Sadikin Gunawan

Berikut ini adalah sebuah percakapan imajiner antara seorang pendeta yang diakui di Gereja Anglikan di Inggris, dan melahirkan gerakan Methodist, yaitu Pdt. John Wesley1 dengan seorang Calon Bishop (Cabis) pada Konferensi Agung Istimewa GMI, sebelum acara puncak pemilihan pimpinan GMI Wilayah II pada tanggal 14 Nopember 2006. Pdt. John Wesley adalah seorang penginjil dan teolog, lulusan Oxford University dan memperoleh gelar Marter of Arts. Keduanya berjumpa di ruang perpustakaan GMI Imanuel Jakarta, tempat berlangsungnya Konangist ini.

Cabis : Hallo Pak Pdt, tumben nich bisa datang di Konagist ini?

.JW : Oh, kebetulan saja Bung! Saya kan diundang oleh STT Wesley untuk memberi
kan kuliah intensif “Teologia John Wesley”. Daripada begong sendiri di kamar, l
ebih baik liat-liat gimana sih GMI ngadain Konagistnya.

Cabis : Kabarnya kesehatan Bapak agak menurun akhir-akhir ini?

JW : Iya, kan saya ini sudah uzur, sudah 85 tahun! Sebenarnya saya kecewa karena sudah tidak dapat lagi bisa menulis 15 jam sehari tanpa menyakiti mata saya. Akan tetapi saya tetap masih kuat koq, setiap hari biasanya saya tetap berpergian hingga 80 km. Kalo ke Indonesia malah tidak usah susah-susah, saya kan naek pesawat terbang, kalau di negeri saya, saya sudah biasa naek kuda. Makanya negeri kami bebas dari polusi asap kendaraan, tidak seperti kota Jakarta ini. Memang sich... saya merasakan penurunan dalam ingatan saya, khususnya tentang nama dan hal-hal yang baru saja terjadi, tetapi tidak sama sekali untuk apa yang telah saya baca 20, 40, atau 60 tahun yang lalu, buktinya saya masih diminta untuk memberikan kuliah intensif di STT Wesley. Saya juga tidak merasa letih meskipun datang dari Inggris dan sudah terbang lebih dari sepuluh jam. Saya bersyukur karena kuasa Allah yang memampukan saya bekerja untuk panggilan ini dan juga doa-doa dari kalian semua. Terimakasih semuanya ya...

Cabis : Koq Bapak mau-maunya sih datang ke Indonesia, tidak takut dengan teroris atau malah kena tsunami?

JW : Bukankah seluruh dunia adalah daerah pelayanan kita? Makanya di mana pun kita harus berani melayani Tuhan. Jangan seperti pendeta-pendeta yang maunya diappoint-ment di daerah yang “makmur” saja! Pelayanan kita sesungguhnya bukan hanya di dalam gereja; bukankah Kristus itu ditawarkan kepada semua orang. Jika you ada di negari ini, biarlah negeri ini ada dalam hatimu dan layanilah mereka di mana pun mereka ada di seluruh pelosok negeri ini. Jadilah “Methodist” yang sungguh-sungguh!

Cabis : Ngomong-ngomong tentang calon bishop, saya ingin tahu nech, gimana kriteria yang pas menurut bapak?

JW : Gimana sich..., apa sampeyan nggak baca buku Disiplin GMI, kan udah diatur semua di sana? Bahkan Broer Henry Sadikin sudah tampilkan beberapa kali dalam milis egroup GMI Wilayah II. Makanya, jadi hamba Tuhan jangan gap-tek (gagap teknologi)! Saya saja yang sudah tua ini masih mau belajar... masak elo yang masih muda nggak ngerti?

Cabis : Sabar dulu dong pak Wesley, soal disiplin ogut mah sudah paham luar kepala. Tapi maksud saya pendapat or harapan-harapan dari Bapak sendiri. Bapak kan sudah pengalaman ngikutin konferensi-konferensi semacam ini.

JW : Maafkan saya bung. Kalau pendapat saya sich, yang paling penting seorang bishop haruslah seorang yang setia pada Tuhan, bukan sekedar pada lembaga atau pribadi. Dulu saya juga pernah mengalami selisih paham dengan Gereja Inggris, itu sich bukanlah masalah lembaga, tetapi masalah penyimpangan ajaran firman Tuhan. Jadi singkatnya kalo seorang pemimpin adalah orang yang setia kepada Tuhan, pasti dech dia ngerti bagaimana caranya memimpin gereja dan umatNya. Dia akan menjadi seorang churchmanship berdasarkan Alkitab, gitu loh! Tapi so pasti, tentu kita tidak sekedar ngeroh, perlu kompetensi laennya, seperti leadership, kerja keras, dan lain-lainnya. Bung kan pasti ingat istilah Quadrilateral (pengajaran bersisi empat) yang sering saya jelaskan dalam kuliah-kuliah saya. Keempat sisi ini saling bergantung dan tidak ada yang dapat digantikan dengan yang lain, yaitu Alkitab, tradisi, pengalaman dan akal. Ada beberapa pengalaman kerohanian manusia, namun tidak satupun bisa menjadi patokan. Pengalaman kerohanian itu tidak dapat dijadikan sumber ajaran, karena sumber ajaran gereja hanya satu yaitu Alkitab. Pengalaman rohani merupakan bukti iman berdasarkan pengajaran Alkitab, yang menuntun manusia hidup kudus dan menghantarkannya pada kesempurnaan Kristen (christian perfection). Pengalaman tanpa Alkitab dan akal akan sangat berbahaya. Tetapi pengajaran Alkitab tanpa pengalaman rohani akan membuat iman itu kering. Dengan akal dapat membuat kita bersikap lebih pragmatis, praktis, inovatif, dan dapat membuat kebebasan bertanggungjawab. Koq jadinya saya kuliahin Bung, saya yakin Bung pasti ngertilah hal ini.

Cabis : Ok, saya tentu ngertilah hal-hal seperti itu. Buktinya saya juga tidak keberatan koq kalau teman-teman mencalonkan saya jadi bishop GMI Wilayah II.

JW : Apakah you yakin sudah siap memimpin GMI Wil. II ini?

Cabis : Tentu siap dong, kalau itu memang merupakan “amanat” dari Konferensi Agung Istimewa ini. (berbicara dengan gaya seorang politikus).

JW : Baiklah, kalau gitu saya cuma ingin memastikan apakah you yakin telah mengalami inward call?


Cabis : Maksud Bapak?

JW : Maksud saya kalau you menjadi seorang hamba Tuhan, terlebih lagi seorang pemimpin hanya berdasarkan panggilan horizontal (outward call), karena dipersiapkan oleh gereja atau karena dukungan suara dari “konstituen” atau “amanat” seperti yang you bilang itu, maka you belum masuk pada pintu yang sebenarnya. Ini tidak berbeda dengan dunia sekuler. Untuk menjadi hamba Tuhan dan pemimpin yang berkenan kepadaNya, you harus mengalami panggilan vertikal (inward call), panggilan Allah ini adalah “panggilan dari dalam”, seperti Musa yang menerima panggilan Allah ketika menggembalakan kabing domba Yitro (Kel 3-4); Yesaya menerima panggilan vertikal di Bait Allah di Yerusalem, yang akhirnya ia aminkan, “Ini aku, utuslah aku” (Yes 6:6); atau Yeremia ketika ia masih ada dalam kandungan (Yer 1:5). Saya sendiri selama sepuluh tahun2, telah menerima panggilan horizontal dengan baik, saya kan lulusan Universitas Oxford yang bobotnya tentu tidak disangsikan lagi, dan ditahbiskan menjadi pendeta, akan tetapi baru pada tanggal 24 Mei 1738 saya sungguh-sungguh mengalami keyakinan di dalam hati atau inward call dan kelahiran baru di Aldersgate.3 Karena itu you harus menerima kedua aspek panggilan ini.

Cabis : Sorry, saya terbawa arus politik negeri ini, makanya saya saya terlalu “PD” (percaya diri) dan kurang mendengarkan suara Tuhan.

JW : Tidak apa, namanya juga manusia berdosa! Kita adalah orang yang berdosa bukan karena kita melakukan dosa, tetapi kita melakukan dosa sebab kita adalah orang berdosa. Itu kan kata Alkitab. You bisa melakukan dosa, karena you adalah manusia berdosa. Anda coba baca dalam Kejadian 6:5 yang mengatakan, “... kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata ....” Oleh sebab itu you harus waspada terhadap diri sendiri, walaupun kita adalah hamba Tuhan; karena dosa bukan menyusup ke dalam diri kita, tapi muncul dari diri kita sendiri.4 Gitu lho ....

Cabis : (sambil melihat jam tangan) Well, rupanya sudah satu jam kita duduk ngobrol, terima kasih lho Pak untuk masuk-an-masukannya. Saya harus kembali rapat kabinet lagi...

JW : Ok, malam ini saya juga harus ngajar kembali. Eh,… jadi nggak loe mencalonkan diri?
Cabis : (sambil berlalu) saya berdoa dulu pak .... see you tomorrow.

Endnotes
1 John Wesley (17 Juni 1703 - 2 Maret 1971), anak ke-15 dari 19 saudara. Ia adalah seorang penginjil berbangsa Inggris, seorang teolog dan salah satu pendiri Gereja Methodist. John Wesley rata-rata menyampaikan tiga khotbah per hari selama 44 tahun yang berarti ia berkhotbah lebih dari 44.000 kali. Hal ini dilakukannya dengan berkeliling sejauh 322.000 km, atau 8.000 km setahunnya, dengan menunggang kuda dan sebuah kereta yang ditarik di belakang kuda. Hidupnya berubah secara dramatis, setelah ia mengalami “pertobatan Injili” (peristiwa Aldersgate) pada tanggal 24 Mei 1738.
2 1728-1738
3 Richard M. Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, BPK Gunung Mulia, 2006, hal.116.
4 Steve Harper, John Wesley’s Message for Today, Zondervan, 1996, hal. 30-32.